Tuesday, September 20, 2011

sungguh kami hanya mencintai Allah, adikku

Magelang nampaknya selalu menjanjikan kebungkaman kebungkaman waktu yang membuatku bisa menikmati kesendirian. Bukan hanya malam. Namun juga menjelang senja dan menikmati sajian alam dengan mendungnya.

Kota ini enggan mengeluh. Mengajariku mengingil menyikapi masalah dan kemudian tetap berdiri dan tersenyum tangguh di hadapan yang lainnya. Dan kali ini juga begitu. Saat demi saat aku menyikapi apa yang terjadi bisa jadi adalah alasanku membutuhkan waktu untuk kembali ke kota ini dan mengijinkanku menjelma menjadi sosok arma yang lain yang bisa sendirian di teras sebari menunnggu kejujuran diri.

Menatap mendung membuatku berbisik anggun tentang senyuman salah seorang kenalan . seorang putri dari teman ibu yang menggengam erat tanganku sebelum ijap kabul dilaksanakan. Senyumnya mengembang bersama kejutan demi kejutan indah yang membuatnya bersyukur tentang takdir. Bahkan walau tanpa kata, gengaman tangannya mengijinkanku untuk dapat menerka hatinya yang di deru ralat diri berurai bahagia.

Dengan sederhana Allah mengijinkannya untuk tidak mengenal sosok yang kini telah berdampingan dengannya itu. Bahkan hanya lewat 5 pucuk surat keduanya saling menguatkan bahwa langkah ini adalah keputusan yang benar diantara raba menuju pelengkap iman yang sempurna.

‘sungguh kami hanya mencintai Allah, adikku.. karena itu ku ijinkan dia mencintaiku selepas dia memang halal untukku’

Hanya itu yang membuatnya cukup tangguh untuk berkata iya walau tak pernah tahu apapun. Seperti apapun dan bagaimana kedepan. Allah lebih tahu.

Dan sore ini ketika aku berbincang dengan mendung dan sajian senja. Sebentar menatap langit.

Kemudian kembali menatap tumpukan buku di hadapanku..
‘di larang galau.....’

Magelang,17 sebtember 2011

No comments:

Post a Comment