Wednesday, November 30, 2011

Dalam cinta yang tak terucap.


Ku akui aku tengah jatuh cinta.
Tengah begitu menikmati cinta ini.
Cinta yang membuatku selalu tersenyum.
Cinta yang membuatku selalu bahagia
dan tak pernah dirundung duka.
Cintaku yang akan selalu satu.
Cintaku yang hanya ku miliki kali
Dan kali yang lain.
Cinta yang mengijinkanku berkata iya .
atau cinta yang selalu ku banggakan.
Cinta yang akan selalu menjadi hangat
dan menjadikanku kuat.

Aku begitu cinta dengan DIA..
Dia yang mengijinkanku tersenyum
Dan mencintaiNya dengan caraku
Bukan caramu
Bukan caranya
Jangan ajariku tentang bagaimana menjalani hidup
Dia mengajariku lewat Al Quran dan Hadist
Jangan bicara bagaimana berkata
Dia telah memberikan surat cintaNya
sebelum lagi aku dilahirkan
hanya DIA

jangan bicara kebenaran..
hanya DIA yang benar untukku
jangan bicara kelompok.
Karena aku sudah memilikiNya
Telah memilihNya..
untuk selalu bersamaku
Jangan mengajari tentang bergerak
Karena gerakku hanya untukNya..
Bukan manusia atau dunia..

Ijinkan aku hanya mencintaNya..
Hanya DIA..

Hanya Allah,,
Dan tak menduakannya dengan ego kalian..

Semarang,
29 november 2011
‘sudut kecil di samping peradaban’
07.34

Allah.. jaga dia..


Tidakah kau mau tahu,kawan.
Tentang ceritaku
Tentang senyumanku
Tentang keinginanku

Tidakah kau mau mendengar,kawan
Tentang tangisku
Tentang tegarku
Tentang diamku

Tidakah caraku terlalu sulit, kawan
Tentang mengerti
Tentang memahami
Tentang menjalani hari

Saat ini kau jauh, kawan
Semakin jauh ketika kau pergi
Tak kah kau tahu, kawan
Ada dirimu dalam doaku
Dalam lantunan bisik dalam lailku

Jika memang kau tengah jauh, kawan
Ijinkan ku titipkan pelukanku padaNya
Ijinkan dia menggantikanku
Menjagamu selalu
Dan menjadi pendengarmu
Menjadikan sandaranmu

Allah..
Jaga dia..

Semarang,
29 november 2011
‘dalam dekapan kerinduan..’
03.03

Setahun yang lalu...


Sepintas aku tengah berdiri di tengah rintik hujan. Meniti langkah demi langkah ke PKMU. Menyelipkan sedikit waktu sebelum rapat kecil untuk agenda yang akan dilaksanakan lusa. Namun rintik hujan tengah menemaniku menerka dunia lewat senyuman dan kenangan setahun yang lalu.
Setahun yang lalu ketika langkah ini masih biasa saja. Lama menyelinap dalam kesepian diri dalam dekapan beberapa buku yang hanya ku baca beberapa lembarnya yang menarik. Ketika yang lainnya seperti sepintas sepintas pikiran yang di ulang-dan di ulang. Kondisiku saat ini belum tepat untuk berfikir hal yang terlalu lambat.
Setahun yang lalu ketika aku masih terlalu ‘tidak tau apa-apa’. Ketika ada beberapa orang yang kemudian berbicara tentang ‘kebenaran’ menurut mereka. Aku yang disini hanya tersenyum. Ya tersenyum saja. Hanya ingin berpikir banyak hal namun belum boleh. Seperti biasa. Aku hanya anak kecil yang baru saja menemukan mainan baru. Alhamdulillah jika mereka berpikir seperti itu. Aku hanya punya sedikit waktu untuk membumikan diri bukan untuk melangit dan mebenturkan ego dan berbicara tentang kebenaran. Aku hanya ingin membumi dan mengindahkan sekitar bukan untuk jadi eksklusif . aku hanya ingin menjadi biasa. Dan tetap menjadi seperti ini namun special dan bermanfaat.
Setahun yang lalu yang membuatku menemukan banyak hal. setahun yang lalu ketika bertemu dengan seseorang. Seseorang yang membuka pemikiran baru. Seseorang yang membuat banyak perubahan. Seseorang yang berarti adalah.. satu satu satu satu dan kemudian menjadi sekelompok orang yang menerima. Namun untukku, dalam hidup mereka tetap menjadi seseorang dalam hidupku.
Setahun yang lalu yang mengijinkanku sedikit belajar tersenyum dan menerima banyak hal. Setahun yang lalu menemaniku tentang definisi agama yang ku anut atau pemikiran-pemikiran baru. Entah itu karena atau adalah. Aku hanya mengijinkan pemikiranku untuk bertindak berbeda dan merdeka. Bukan terkekang dengan batasan seperti biasa.
Setahun yang lalu yang membuat banyak hal terjadi begitu saja. Hal yang terjadi setahun ini menemaniku untuk nantinya bercerita dengan seseorang di tengah gerimis. Hal yang terjadi setahun ini yang akan ku uraikan dalam kata dalam tulisan demi tulisan. Hal yang setahun ini yang mengijinkanku untuk kemudian membenamkan diri dalam pendefinisian apa dan bagaimana menurutku sendiri. Setahun dengan cerita manis dari sudut bumi yang ditentukan oleh yang Maha Kuasa.
Setahun ini tetap menjadi yang terbaik. Setahun yang membuatku tak akan pernah melupakan setiap detailnya. Setahun yang indah dalam bingkai hujan dan gerimis. Setahun yang akan tetap temaram walau tak ku ketahui bagaimana akhirnya. Setahunku bersama salah satu bingkisan paling indah dalam hidupku. Setahun yang mengajariku nemerima, mengiklaskan, dan kemudian membiarkannya berlalu. Setahun yang indah untuk selalu dan selalu ku syukuri.
Alhamdulillah..
Saat kemudian melihat gedung PKMU itu, ini aku mengerti setidaknya aku telah menemukan seorang arma yang ku cari selama ini. setidaknya setahun ini aku telah mengalami banyak proses yang akan membuatku menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Saat melihat gedung PKMU aku akan melihat bagaimana siluet-siluet kisahku berceceran di semua tenpat di UNNES maupun tempat lain. Atau jogja dengan bingkai ukhwahnya. Atau ambarawa dan senyuman silaunya. Atau masjid istiqomah dan penemuannya. Atau FIK dan pertemuannya, atau gunung ungaran da pencapaiannya.
Setahun ini
Dan
Akan selalu jadi yang terbaik..
Namun
Esok akan lebih indah..

Semarang,
28 november 2011
‘langkah kecil ke PKMU’
16.34

Sunday, November 27, 2011

sajadah cintaku

Menjelang malam
aku hanya ingin berbias diri
diantara diam dan kesadaran.
Mengemudikan sendi sendi yang biasanya kokoh
namun kini tak mampu ku kendalikan secara seksama.
Aku hanya berharap punya waktu untuk sendirian.

Namun belum di ijinkan.
Bemum boleh untuk sendirian
Masih harus menemani
Masih harus bergerak
Dan mereka
Menanti

Namun malam ini
Hanya
Ada aku dan DIA..

Dan biarkan ..
Syukur ini tersungkur dalam sajadah cintaku
Hanya padaNya..

Magelang, 21 november 2011



Beberapa waktu kembali ke tempat dimana aku dibesarkan dan mengelola diri untuk pertama kali membuatku bersyukur. Syukur pada apa yang telah dan akan terjadi nanti. Melihat sudut itu aku merindu sosok itu. Sosok yang membuatku tertidur kelelahan selepas melepas tawa riang di dekat sungai. Sosok yang membuatku berhari kecil untuk membelikan rokok atau korek api untuknya. Sosok yang keras namun begitu lembut hatinya. Alm.Mbah kakung selalu punya sudut yang tak terlupakan.

Lama kepergiannya tak membuat satupun kenangan itu terbias dan hilang. Pancingan itu. Atau sarung hijau itu. Atau foto-foto itu cukuplah membuatku kini menitihkan air mata ketika kembali mengenangnya. Mendidikku tentang senyuman dalam menunggu pancingnya mendapatkan ikan. Atau lantunan agama tanpa naskah yang beliau uraikan dengan sederhana namun luar biasa.
Merindukannya punya rasa tersendiri untuk melantunkan dia dan kerinduan ini dalam selip-selip doa yang hanya ku persembahkan untuknya..
Semoga dia mendapatkan tempat yang indah di sisi Allah..
Mbak kakung... :’)

menjadi cucu pertama dan anak pertama memiliki kesan tersendiri untukku. saat aku dijadikan tolak ukur untuk segalanya. yang membuatku harus selalu nampak sempurna namun faktanya aku tiada punya kata itu hingga saat ini. namun aku selalu bersyukur atas rahmatNya yang tiada henti mengijinkanku untuk memeluk kebahagiaan menjadi yang pertama.

dan bila nanti aku di ijinkan menjadi yang pertama juga untuk dia di ujung sana.. :)

semarang, 27 - 11 - 2011
"membara pramuka di depan meja bundar"

Wednesday, November 16, 2011

menyapa FILSAFAT

Beberapa waktu yang lalu menemukan buku lama di tumpukan buku yang lama terabaikan. Salah satunya adalah buku tentang filsafat. Mangabaikan beberapa kemungkinan yang membuat pikiran terkontaminasi tentang banyak hal akhirnya kembali membacanya adalah pilihan.

Ketika filsafat kini bukan hanya tentang kehidupan namun menyeimbangkan pemikiran tentang politik pula ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi. Perorangan yang memahaminya dapat mengaplikasikan materinya atau menambah pusing banyak kemungkinan.

Salah satunya adalah ‘Plato’ yang nemawarkan realita tentang segi kehidupan yang lein tentang manusia dengan negara. Kemudian dia menawarkan konsep pemikiran tentang manusia dan negara yang memiliki persamaan hakiki. Dapat di interpretasikan bahwa apabila negara itu baik, mana manusianya baik pula.Negara adalah percerminan dari manusia yang menjadi warganya.

Bergeser dari itu ada sudut lain yang menarik dari Yunani. Yunani adalah negara dengan kota yang mandiri serta saling bersaing dan bertempur namun ada banyak faktor yang tetap mempersatukan mereka. Ikatan itu adalah mereka memiliki asal-usul yang sama,bahasa yang sama, kebudayaan yang sama, agama yang sama dan perta olahraga yang sama. (Olympus) serta yang paling tempat peramalan yang sama yaitu Orakel di Delphi.

Cukup seperti itu kita dapat tahu bahwa mereka punya sebuah ikatan atas helai dan benang-benang perbedaan. Mereka yang memiliki ambisi yang berbeda di setiap kota dengan ciri masing-masing terus memaksimalkan potensi .
Dapatkah itu sedikit di adaptasi Indonesia yang telah memiliki pemerintahan walau kadang tak berdaulat dengan ‘goncangan’ resafel dan ketidak mestian koalisinya atau rakyat yang kadang tak terkondisikan dengan adanya banyak pertikaian. Mungkinkah

Indonesia yang telah memiliki otonomi daerah dan pemerintahan yang tersruktur (walau korupsi dimana-mana) dapat menjadikan Yunani sebagai acuan. Walaupun sedikit, kemudian dikembangkan dengan kulture dan kebudayaan Indonesia dan cara sendiri.

Sedikit menelisik tentang Plato dan filsafatnya, belum kita melangkah ke bagaimana plato mengkombinasikan pikirnya dengan maknaan keadilan dan kemudian seorang Thrasymachos mengemukakan bahwa, Justice is nothing but the advantage of the Stronger... atau keadilan tidak lain adalh keuntungan bagi si kuat.

Bagaimana kita menyusuri kehidupan ini dengan sudut lain tanpa meninggalkan kepekaan sosial yang terjadi di masyarakat. Saat banyak pihak tengah memilih dan memilah keputusan untuk kebaikan pribadi dan kelompoknya. Mari belajar.dan menjadi seorang yang pembelajar tentang banyak hal.



untuk Indonesia yang MADANI dan seutuhnya..

melangkah untuk kini dan nanti..

Menyentuh keping-keping dunia dengan kesemangatan dan syukur yang tak akan usai hingga keujung usia nanti. Hidup tengah memperkenankanku dalam suatu siklus anggapan yang cukup maksimal dan menempatkan pada posisi yang berbeda dan menyeluruh walau itu membuatku harus memilih untuk berbeda dan menjadikan kesendirian dan kematangan diri sebagai sarana pendewasaan yang menyentuh relung relung kejujuran.

Dan aku menaklukan diri yang tengah bergejolak . langkah yang tak tertahankan. Peringatan akan kepastian dan keadaan yang lagi bingung dan penuh kebungkaman jika di jadikan acuan. Inilah nilai yang ku angkat dalam kesendirian . dan anggapan berbeda.

Namun aku yakin tak akan pernah ada yang sia-sia. Tak ada yang terkata segan untuk membantu dengan ketulusan.

Jalan ini terjal dan tak menjanjikan gelaktawa atau berkas –berkas bahagia, namun jalan ini melelahkan dan menyiku dan menerubuk kesusahan. Namun diujung jalan ini ada keabadian senyuman yang akan selalu kau inginkan untuk keu lihat . atau pelukan ukhwah yang kau dapat setiap saat dalam dekapan kekerabatan. Persaudarakan yang mengajari kita dengan sanjungan kejujuran dan keimanan yang tak ingin ku tangguhkan.

Saat ini aku tengah mengelap butir-butih lelah itu, mencoba untuk bertahan dan bergerak agar menjadikan kelelahan itu lelah mengikutiku. Menjadikan aku yang menjadi pemenang hingga awal sampai akhir keadaan . karena aku tahu. Aku tak pernah sendiri. Aku bersamaNYA.dan Allah tak pernah meninggalkan hamba yang selalu tertaut hati padaNya.

Wednesday, November 9, 2011

dia mendengar, walau tanpa kata

menjauh dari peradaban..
dia
tak mau jadi acuan..
walau diam..
dia mendengar..
dia
selalu mengingat.
walau tak
bicara..
dia tahu
dan
menyulam cerita..
yang sudah
dimulainya
setahun
yang lalu..

disini..

Tuesday, November 8, 2011

senyumanku :)


Ada sudut dunia yang tak akan mungkin ku tinggalkan. Yang akan membuatku senantiasa tersenyum dan bungkam pada keadaan dan bagaimanapun cerita tentang dunia di luar sana. Di sudut ini, aku di ajari berbagai pelajaran yang tak mungkin bisa ku dapat dari agenda formal macam duduk di meja dan mendengerkan di lembaga pendidikan kemudian dinamakan sekolahan. Sudut ini yang mengajariku tentang banyak hal tentang kehidupan dan memandang dunia dengan berbagai cara. Keluarga.

Yang tak pernah terlintas di benakku adalah dunia tak senyaman dan setenang dugaanku dulu. Banyak rintihan tak terdengar dan teriakan yang tak di dengarkan. Ternyata dunia tak mengenali kepeduliaan saat berbicara tentang banyak orang. Atau dunia tak se indah dalam kerangka senyum kasih sayang saat melihat seorang sahabatku dari keluarga yang menangis karena perceraian.

Mungkin aku yang berada di posisi yang menyenangkan,karena kedua orang tua yang terbuka pada perbedaan. Terbiasa pada salah paham sehingga akhirnya di akhiri dengan senyuman. Atau buku-buku bacaan tentang banyak hal sampai sejuta diskusi kecil tentang hal yang di sembunyikan oleh sejarah atau peradaban.

Namun dunia tak selalu seperti itu. Dunia tak seindah yang ku dengarkan juga. Saat telinga ini tak bisa menghindari tangisan anak kecil yang kelaparan . saat tangan ini menyentuk gubuk riuh penuh kekecewaan pada keadaan. Atau ceria riang apatisme mereka yang terbuai pada keadaaan dan kenyamanan mereka.

Melintasi masa dan keadaan seperti sekarang. Aku tengah menangis sendirian. Apa yang kutahu dengan apa yang ku perbuat tak setara. Atau memang keadaan terlalu menat untuk di perbaiki. Aku yang terjerembab pada keadaan dimana diam jadi tabungan penyakit sedangkan bicara jadi bencana.

Namun di sudut ini. aku merekat diri. Sejenak tersenyum dan mengabadikan hati. Melantunkan syukur sebentar karena memiliki mereka. Memaafkan banyak kecewa karena ajaran keiklasan yang tak bertepi katanya.

Hanya sejenak sebelum aku kembali ke realita. Menjadi orang tang tak boleh kalah pada keadaan. Menjadi perempuan yang tak boleh lengah oleh realita. Atau menjadi penerus yang tak kan diam karena ketakutan kepada selainNya.

Hingga nanti,
Berada selamanya di sampingNya..

Sudut lain dari Idul Adha.

Bagaimana memaknai arti ‘berkorban’ dalam artian sebenarnya maupun makna yang terselip di dalamnya. Setiap peringatan maupun sebuah sejarah agung yang di ukirkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail pada sebuah kepatuhan luar biasa pada perintah Tuhannya.
Namun sebuah aplikasi terkini semua bagai terbolak balik. Mereka yang mengaktifkan sinyal sinyal kreatif dengan manfaatkan suasana dan memborong ‘wajah-wajah publik’ dengan korbannya. Semua adalah siluet wajah dunia saat ini yang tak pernah jadi ‘putih’ seperti yang dulu.
Namun yang ku lihat hanya abu-abu dunia. Seperti banyaknya berita tentang kericuhan itu. Tentang banyaknya masyarakat saling limbung pemikiran dan kemudian berjatuhan di depan masjid karena berpikir dan menilai begitu berharganya setengah kilogram daging.
Namun inilah potret Indonesia yang sesungguhnya. Bagaimana kita bisa lebih legowo untuk membagikan daging itu ke rumah. Para mereka yang berkorban dapat menilai mana yang tepat untuk mendapatkan daging kurbannya dan berinteraksi langsung dengan mereka yang kaum duafa.
Ada sudut baik yang di rencanakan pemerintah dengan mengkoordinir adanya ‘idul adha’ ini. bagaimana kita sebagai manusia yang malah berpikir tak lain dengan salah paham. Dengan banyak pertimbangan atau malah bisa di katakan persangkaan buruk?
Idul Adha selalu manis nampaknya,kita berkumpul adanya keterikatan dengan kaum ‘berpunya’ dan kaum yang ada di bawah. Adanya saling interaksi dengan adanya kaum yang mampu untuk berkorban dengan sapi maupun kambing tersebut , dengan mereka yang nantinya akan menerima daging kuban tersebut.
Bukan kartu kupon yang dingin dan angkuh. Bukan kartu kupon yang membuat mereka datang dan bagai mengemis daging. Namun uluran tangan hangat dan kemudian menerima dengan hati lapang.
Bukan mereka yang harus mengantri dan terinjak ijak hati dan raganya. Hingga malah bukan rasa bersahabat namun di lecehkan di dada.
Bukan mereka yang menjual kembali daging kurban itu. Dan mendapatkan uang untuk meletakkkannya di yang tidak semestinya. Namun untuk bisa menimba makna dan dapat menikmatinya dengan keluarga.
Adakah mereka mampu berpikir jauh jika ini semua dapat di koordinir dan daging kurban dapat di terima oleh yang memang berhak di terima?.
Atau mungkinkah ini memang potret Indonesia??