Wednesday, April 30, 2025

Senja itu..


 Senja selalu punya cara lembut untuk menyapa jiwa yang lelah. Di tanah rantau yang asing dan penuh teka-teki, kehadiran senja seperti pelukan hangat yang datang tanpa diminta. Langit perlahan memudar, jingga menari di cakrawala, dan kita—yang jauh dari rumah—diam-diam menyeka peluh setelah hari panjang yang penuh cerita. Tak selalu ada telinga untuk mendengar, tak selalu ada bahu untuk bersandar, namun senja hadir sebagai saksi bisu segala perjuangan. Ia tidak menghakimi, hanya menemani, menjadi teman setia bagi siapa saja yang sedang berjalan sendirian, menggendong rindu dan harap yang tak pernah padam.

Tanah rantau bukan hanya tentang tempat yang baru, tapi tentang versi diri yang tumbuh dan ditempa oleh sepi dan harapan. Setiap langkah adalah pertemuan dengan tantangan yang tak pernah dijanjikan akan mudah. Kita berjumpa dengan banyak wajah, banyak peristiwa, namun tetap merasa seperti tak benar-benar bisa bercerita. Ada kalanya, diam menjadi satu-satunya tempat berteduh, dan kita pun hanya bisa menatap langit, menitipkan kisah pada warna senja. Karena mungkin, hanya kepada semesta kita bisa benar-benar jujur—tentang lelah yang mengendap, tentang rindu yang menetap, dan tentang impian yang masih kita genggam meski tangan mulai gemetar.

Perjalanan ini tidak selalu megah atau terlihat indah di mata orang lain. Kadang ia penuh luka, penuh tanya, dan penuh air mata yang tak tumpah di depan siapa-siapa. Namun justru dari sana kita belajar bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dengan gemuruh, ia tumbuh perlahan—seperti senja yang pelan-pelan mengubah langit, memberi jeda sebelum malam benar-benar datang. Kita terus melangkah, dengan iman yang kadang rapuh namun tetap menyala. Kita tahu, apa yang kita usahakan hari ini, semoga bukan hanya untuk bertahan hidup, tapi juga menjadi berkah yang suatu hari nanti bisa kita ceritakan dengan bangga, saat dunia akhirnya menyambut kita dengan pelukan hangatnya.

Jadi biarlah senja jadi penenang dari segala getir. Biarlah ia yang menjadi tempat pulang ketika mulut terlalu lelah menjelaskan dan hati terlalu letih mencari pemahaman. Di bawah langit jingga itu, kita belajar bahwa tidak apa-apa berjalan perlahan, asalkan tetap berjalan. Kita pupuk harapan meski hari-hari kadang kejam, kita rawat keyakinan meski tak tahu kapan akan tiba di tempat yang disebut "bahagia." Karena sungguh, perjalanan ini bukan hanya soal tiba, tapi tentang bagaimana kita tetap memilih untuk melangkah meski tertatih. Dan selama senja masih ada, selalu ada ruang untuk percaya bahwa semua ini akan indah pada waktunya.

No comments:

Post a Comment

bispar ^_^

ini awal..  dan ada kabar baik lagi di waktu yang akan datang pasti balik kesini lagi..  dengan cerita yang lebih menarik..  ^_^   yeayyy ~