Sejak dulu, aku selalu membayangkan sosok guru yang bukan hanya berdiri di depan kelas, mengajar dengan papan tulis dan spidol, tapi juga guru yang bisa mendengarkan, memahami, dan hadir sepenuh hati untuk siswanya. Saat aku masih menjadi murid, ada momen-momen di mana aku ingin bercerita, ingin dimengerti, namun tak tahu kepada siapa harus berbicara. Dari sanalah tumbuh keinginan dalam diriku, kelak aku ingin menjadi guru yang bisa menjadi tempat pulang bagi siswanya—dalam artian yang sesungguhnya.
Kini, ketika aku berada di posisi itu—menjadi seorang guru—aku berusaha keras untuk menjadi seperti yang dulu aku harapkan. Aku belajar mendengarkan, tidak hanya dengan telinga, tetapi juga dengan hati. Aku mencoba mengenali setiap siswa, memahami dinamika mereka, serta hadir bukan sekadar untuk mengajar pelajaran, tetapi juga untuk mendampingi proses tumbuh dan berkembang mereka sebagai manusia.
Aku menyadari bahwa menjadi guru bukan hanya soal menyampaikan materi, tapi juga soal menempatkan diri. Kadang aku perlu menjadi teman belajar yang menyenangkan, kadang menjadi pendengar yang sabar, dan kadang pula menjadi sosok dewasa yang tegas, karena mereka membutuhkannya. Semua itu adalah bagian dari peranku sebagai pendamping mereka dalam perjalanan pembelajaran, baik akademis maupun tentang kehidupan itu sendiri.
Aku tidak ingin menjadi guru yang hanya dikenang karena ulangan atau tugas yang diberikan. Aku ingin dikenang sebagai guru yang hadir, yang membuat siswa merasa aman, dihargai, dan dipahami. Maka aku terus belajar untuk menciptakan ruang kelas yang menyenangkan dan penuh makna—di mana siswa bisa menjadi dirinya sendiri, bebas berekspresi, namun tetap dalam batas yang saling menghargai.
Tentu tidak mudah. Ada hari-hari penuh tantangan, saat kelelahan datang, saat harapan dan kenyataan tidak selalu sejalan. Tapi di sanalah letak pembelajaranku sebagai guru. Aku belajar dari siswa-siswaku, dari kesalahan, dari refleksi, dari setiap detik yang kulewati bersama mereka. Karena sejatinya, guru juga manusia yang sedang terus belajar.
Sampai hari ini, aku tidak pernah merasa selesai. Aku ingin terus belajar dan akan selalu belajar. Aku percaya, menjadi guru yang baik bukan tentang tahu segalanya, tapi tentang kerendahan hati untuk terus tumbuh dan berkembang. Aku ingin terus memantaskan diri agar layak mengajar, layak dipercaya, dan layak menjadi bagian dari perjalanan hidup para siswaku.
Menjadi guru seperti yang aku impikan saat dulu menjadi murid adalah sebuah perjalanan yang tidak pernah berhenti. Dan aku bersyukur, aku berada di jalan itu—jalan yang mungkin tidak selalu mudah, tapi penuh arti. Karena setiap senyuman, tawa, bahkan air mata siswa-siswaku, adalah pengingat bahwa aku sedang menjalani peran terbaik dalam hidupku.

No comments:
Post a Comment