Saturday, April 12, 2025

menanti secangkir kopi yang belum datang

 


Hujan baru saja reda ketika ia melangkah masuk ke dalam kafe kecil di sudut kota. Udara sore yang lembap menyisakan embun di jendela kaca, seolah membekukan waktu. Ia memilih duduk di pojok ruangan, tepat di bawah lampu gantung yang remangnya hangat. Tempat itu sepi, hanya ada denting sendok dari barista dan aroma kopi yang baru diseduh. Ia menyukai keheningan seperti itu, karena di balik sunyi, pikirannya bisa berbicara lebih jujur daripada kata-kata yang sempat terucap hari ini.

Ia menanti secangkir kopi yang belum datang, tapi sejatinya yang ia tunggu bukan hanya minuman itu. Ia sedang menunggu sesuatu dari dirinya sendiri—sebuah kepastian, mungkin ketenangan, atau bahkan pengakuan bahwa segala yang telah ia lewati pantas disebut keberanian. Pikirannya menari-nari di antara kenangan kemarin dan harapan hari esok. Di tengah-tengah itu, ia duduk dalam diam, menjadi saksi atas riuh hatinya sendiri.

Kemarin adalah hal yang sulit. Bukan karena luka yang menganga, tapi karena begitu banyak senyuman yang harus ia pasang saat hatinya hampir hancur. Ia mengenang tawa yang dipaksa, pelukan yang terasa dingin, dan kata-kata manis yang kosong makna. Tapi dari semua itu, ia menyimpan satu hal yang tak bisa dicuri siapa pun: keteguhan untuk terus berjalan, bahkan ketika tak ada yang menggandeng tangannya.

Hari ini ia hadir bukan untuk melarikan diri, tapi untuk beristirahat sejenak dari segala peran yang ia jalani. Ia adalah anak, sahabat, rekan kerja, perempuan kuat yang sering dianggap tak butuh sandaran. Padahal ada kalanya ia ingin lelah, ingin menangis tanpa harus menjelaskan alasannya. Tapi justru dalam kesendirian di kafe sepi ini, ia merasa utuh. Karena tak ada yang menuntut, tak ada yang menghakimi, hanya ada dirinya sendiri yang duduk tenang sambil menanti hangatnya kopi.

Esok? Ia tahu tak ada jaminan akan baik-baik saja. Tapi ia memilih untuk percaya. Bukan karena ia naif, melainkan karena ia tahu: harapan adalah satu-satunya cahaya yang tak pernah padam, bahkan dalam gelap sekalipun. Ia tak tahu apa yang menantinya, tapi ia akan menyambutnya dengan hati terbuka. Sebab baginya, kehidupan bukan tentang memastikan segalanya berjalan sempurna, tapi tentang bagaimana ia tetap bersyukur dalam segala kekurangannya.

Segalanya harus nampak baik-baik saja, bukan? Bukan karena semua memang baik-baik saja, tapi karena ia memilih untuk melihat hidup dari sisi yang lebih terang. Ia telah belajar, bahwa syukur adalah bentuk cinta yang paling dalam. Syukur adalah caranya mencintai hidup, bahkan ketika hidup tak selalu mencintainya kembali. Ia menanam syukur di hati, menyiraminya dengan doa, dan memetik ketenangan dari bunga-bunga kecil yang tumbuh dari luka.

Ia menatap keluar jendela, menyaksikan air yang mengalir di selokan kecil, dedaunan basah yang menempel di aspal, dan langit yang mulai membuka warna jingga. Dunia tampak diam, tapi ia tahu, segala sesuatu sedang bergerak. Bahkan dirinya sendiri. Ia mungkin tak berlari, tapi ia sedang tumbuh. Dalam diam, dalam syukur, dalam kopi yang masih ditunggu.

Ketika akhirnya cangkir kopi tiba di hadapannya, ia tersenyum pelan. Hangatnya menyentuh jemari yang sempat dingin. Tak ada yang istimewa dari kopi itu, tapi ada yang istimewa dari rasa damai yang ia rasakan. Ia menyeruputnya perlahan, membiarkan kehangatan mengalir sampai ke dada. Di situlah, untuk pertama kalinya hari itu, ia merasa pulang—bukan ke rumah, tapi ke dirinya sendiri.

Ia sadar, ia tak sendirian. Bukan karena ada orang lain di sekitarnya, tapi karena pikirannya telah menjadi teman yang setia. Ia bukan lagi perempuan yang hanya kuat di mata dunia, tapi juga lembut kepada dirinya sendiri. Dan dalam keheningan sore yang perlahan menjadi malam, ia tahu: hidup akan selalu berjalan, tapi syukurnya akan tetap tinggal.

Karena di antara semua hal yang bisa ia miliki di dunia ini—harta, cinta, kekuasaan—rasa syukur adalah miliknya yang paling indah. Dan sore ini, di sudut kafe yang sepi, ia telah menuliskannya diam-diam di dalam secangkir kopi.


No comments:

Post a Comment

bispar ^_^

ini awal..  dan ada kabar baik lagi di waktu yang akan datang pasti balik kesini lagi..  dengan cerita yang lebih menarik..  ^_^   yeayyy ~