Thursday, May 24, 2012

Menjumpai Senja

Langit biru dan iringan awan itu nampak menguning di ujung waktu.Seakan ber-arak menayangkan melodi lagu hari yang menjadikan senja selalu nampak mengesankan. Walau tidak untuk hari ini. Perjalananku menyusuri kota ku kali ini bukan hanya sekedar untuk mencari foto. Keadaan telah mengajarkanku untuk menghargai sebuah sejarah. Bahkan sejarah hidupku sendiri. Rumah tua yang mulai merapuh di pinggirnya membuatku sedikit bergidik. Bukan karena ketakutan pastinya.


Namun keindahan kenangan yang tak terlupakan. Sekejap kemudian sudut pandangku memburam. Mencemooh diriku sendiri yang mulai larut pada keadaan dan gelombang kenangan yang mungkin tak ku dapati di manapun selain tempat ini. Rumah nenekku. Lantunan lagu lama yang terdengar semakin mengisyaratkan rangkaian kegelisahan yang tak ada tepinya.

Perjalananku yang panjang. Putri pertama dari dua manusia yang berbeda namun satu jiwa. Cucu pertama dari 2 keluarga yang besar. Hingga cicit pertama karena kedua mbah putri dan kakung anak pertama serta bapak dan ibu juga anak pertama. Namun aku tak tumbuh dengan biasa saja. sajak sajak gelora masa lalu telah ku rasakan bahkan sebelum aku melalui hari sebagai seorang yang mengerti tentang dunia.

Tumbuh dengan kakung dan mbah uti yang begitu menyayangiku. Aku benar-benar menjadi anak dua keluarga. Namun sepi dari peristiwa yang berwibawa. Di dekap takdir yang menjadikanku penyayang sekaligus penilai kehidupan. Sendirian tak membuatku ragu. Sendiri tak membuatku mengesankan bahwa aku lemah. Kecam dan sikut khas anak-anak telah ku lampaui bahkan telah di mulai sebelum umurku beranjak cukup untuk dapat mengeja keiklasan.

Namun mau bagaimana, terbiasa sendiri membuatku belajar berteman dengan ketegaran dan kesunyian. Dengan itu aku mengenal dunia baru yang mungkin akan lebih tak asing jika kalian mengenalnya dengan sebutan ‘Buku’. Lintas keadaan yang akan membuat ku bukan hanya sekedar melabuhkan gemintang. Namun begitulah aku menikam diri dengan berbagai impian.

Saat ini, ketika beranjak dari masa kanak-kanak dan mimpi-mimpi masa remaja yang meninggi. Aku tetap ingin menjadi anak dan perempuan di keluarga ini. menjadikan si kucing manis yang dulu selalu di suguhi segelas susu dan duduk manis di bangku depan sementara mataku tak lepas dari mereka yang berlarian di luar rumah dengan hujan hujanan. Rantai sakitku yang membungkamku tak inginkan lebih dari sekedar bernafas dan tersenyum lagi untuk hari selanjutnya.

 Buku adalah salah satu jembatanku mengenal dunia memang. Karena itu yang membuatku berteman walau sendiri. Buku yang mampu membuatku tenggelam walau dalam padang pasir. Buku yang mampu membuatku menggigil kedinginan di tengah salju walaupun menyentuhnya pun belum. Aku mampu tersenyum walau sekelilingku penuh debu kapur dari anak laki-laki yang sering sekali menjahiliku. Aku mampu tertawa walau tasku di obrak-abrik. Entah kenapa.

 Kadang aku merasa, apa aku mulai gila? Dan kini setelah mampu menuliskan semua ini rasanya aku mulai tahu. Penemuanku pada dunia buku yang ku kenal itu tak salah. Dan lantunan syukurku itu di imbuhi dengan senyuman ibu dan bapak. Mereka yang mengajariku suasana luar biasa dalam bingkai sederhana. Mereka yang membawaku melintasi dunia walau dengan cerita yang begitu singkat.

Mereka yang tetap seja menyentuh dan mengiklaskan diri untukku dan bima yang memberiku senyum setiap kali harus menemukan syukur yang tak terungkap bahkan dalam untaian kata. Tumbuh menjadi arma yang sekarang tak akan mengubah apapun. Bahkan tak mengubahku menjadi pembangkang ketika ibu memintaku pulang untuk menemaninya berbagi cerita di teras rumah di iringi lagu ebiet karena bapak kerja dan adik yang kemah. Aku masih disini. Menjadi diriku sendiri.

Dan kini, senja menemuiku dengan wibawa. Membawaku menempuh rangkaian keajaiban dan ketaqwaan yang bersyarat aku harus tegar dan tetap melangkah.

Tersenyum saja dan yakin pasti ada jalan. Simfoni malam yang mulai menggema.

Takdirnya yang menjatuhkan malam dengan bulan dan siang dengan mataharinya pun tak akan pernah tertukar. Dan aku yang kecil lagi tak berdaya ini hanya bisa terdiam.

BingkisanNya akan senyumku nantipun tak akan pernah tertukar.

Mengapa enggan aku, kau yang membaca tulisan ini, dan mereka yang ada di sana sedikit bersabar?

Allah mungkin tengah ingin mendengarkan pinta dan doa kita lebih lama.

Allah ingin dekat dan semakin dekat..

karena kita begitu di cintaiNYA.. 

 #selalu ada cerita dari sudut magelang yang tercinta.. 

No comments:

Post a Comment