Wednesday, June 1, 2011

gumam dalam sunyi (tentang kita, ibu)


Ibu :
Dan kemudian kau datang. Dalam serpihan mimpi yang menjelaga hati. Senyuman penuh kebahagiaan itu tercurah. Begitulah dunia memberikan bingkisan kecil di sisiku. Sungguh angkuh ketika aku mengharap apa yang memang mungkin bukan yang terbaik untukku. Bayi kecil ini akan menjadi bidadadi Allah kelak. Sungguh tangisnya laksana mengalunkan harapan yang membuat ku tak sabar untuk segera memeluknya dalam dekapan dan mengalunkan doa terindah untuk hidupnya kelak.
Allah memberikan aku malaikat kecil, yang langkahnya membuat memori yang berbeda di hidupku. Tak ada lagi lebih. Hingga tak berasa tetes keringat itu. Tak ada alasan yang membuatku berlinang air mata ketika masalah menimpaku. Ini semua hanya untuk anak ku, puti kecilku yang akan tumbuh dengan senyuman dan kebahagiaan. Tak akan ku rasa hutang yang membelitku. Tak akan terbatah anggapan orang tentang aku dan suamiku. Letih kami, air mata kami, tetes peluh kami, hanya untuk putri kecilku.
Dimana segalanya akan menjadi jaminan hidup kelak. Aku tak inginkan apapun. Aku hanya mengantarkannya menuju gerbang kehidupan. Kelak aku akan menua. Tanganku tak seperti biasanya. Suamiku akan segera ditelan usia. Kami hanya berharap punya sebidang tanah di masa tua. Menanti hari dengan ternak dan menyambut pagi dengan senyuman.
Aku hanya berharap putriku bahagia. Menimba ilmu dunia tanpa melupa Allah dalam hidupnya. Hingga ia terjaga, walau kami telah tiada.
Anak :
Kembali ku lihat wajah teduh itu. Seperti membingkai bahagia disana. Ada yang berbeda. Matanya yang terbenam dalam air yang hendak mengalir di sudut matanya. Ia tak terpejam rupanya. Sepanjang malam menemaniku ketika aku sakit, tetap bertahan lapar untukku tetap makan. Apa lagi yang ku inginkan. Aku punya orang tua yang sempurna.
Aku hanya membayangkan ketika terjaga dan bila tak melihat mereka. Kedua wajah teduh itu memberiku kesempatan , namun terkadang kusiakan. Bagaimana menjadikan segalanya indah. Ketika mereka tiada. Bagaimana menjadikan segalanya tercipta. Ketika mereka tlah menghadap yang Kuasa.
Dimana adanya kesadaran. Ketika waktu tlah melumpuhkan hati dan segalanya?



*arma setyo nugrahani
-curahan rinduku..-

No comments:

Post a Comment