Sunday, May 1, 2011

Seperti malam...

Mungkin aku memang begitu menyukai malam. Gelam, tenang, dan memiliki masa. Aku mengetahui apapun tentang malam. Namun setiap menginginkan apapun. Aku mendamba malam untuk memberiku sedikit saja waktu untuk sendirian. Merenungi hidup, kebimbangan dan masalah serta kebagaiaan semua ingin ku rangkum dalam muhasabah diri yang berkepanjangan.

Saat sendirian, aku bebas menanti fajar. Menyelami setiap pemikiran yang datang. Ku pandang langit yang terlihat suram karena gerimis tadi sore, ku pandang hitam beradu dengan kelabu yang mungkin tak ada orang yang memperdulikan atasnya. Aku menemukan sesuatu yang lebih dari sekedar kekurangan cahaya.

Aku teringat pada skenario Allah atas takdir manusia.Allah mengurai segala yang terurai dan terbungkam dalam asa. Allah menjadi penentu yang sesungguhnya di awal maupun akhir krhidupan manusia. Allah menjadi tempat kita kembali ketika akan rapuh dan tak ada tempat untuk menemukan lagi. Allahlah segalanya. Allahlah yang menjadi arah tujan setiap hamba mengadu dan meminta atas segala sesuatu.

Aku kembali melintasi pikiranku sendiri. Sekian banyak keinginan yang ku panjatkan tak ubahnya hanya sebuah keinginan semu. Mengapa banyak diantara kita hanya menjadi orang yang rabun pada nikmat yang didapatkannya. Bahwa Allah telah memberinya berjuta nikmat atas apa yang di pinta maupun tak di pintanya.

Bagaimana kita bisa mengurai syukur tentang segala hal. Tentang bagaimana kita dapat membaca. Tentang mata ini dapat menguraikan berjuta makna. Bagaimana nikmat kita dapat merasakan dingin dan kehampaan. Bagaimana kita menjadi sosok-sosok pecinta yang bisa mengurai kata indah pada mahlukNya. Namun bagaimana bisa memuji dan meng-hamba dengan segenap cinta pada pencipta atas seluruh alam semesta.

Sikap dan kebagaiaan yang terjalin dalam penghambaan ini akan membuatku hangat di hati. Menjadikan iklas dalam dada. Memiliki pengertian berbeda tentang rasa dan sebuah arti syukur tentang segala sesuatu. Entah itu dalam hati, dalam dada dan dalam berkehidupan pada hari ini dan seterusnya. Karena bukankah itu esensi manusia sebagai hamba dan menyampaikan ketaatan yang sesungguhnya terhadap Tuhannya.

Aku merasa begitu tak kuasa untuk bisa menepis haru ini. Ketika sebagian orang yak menyadarinya namun dalam malam aku melihat semuanya. Gemerlap lampu ini atas karunia siapa jika siapapun itu tak bisa menemukan listrik? Dan entah bagaimana aku menemukan sebuah syukur yang lebih lagi saat aku hanya sendirian menikmati ini.ketika suatu saat nanti aku hanya dapat meminta sebuah maaf. Aku akan memberikan kesempatan dimaafkan otu hanya untuk orang tuaku.

Perasaan ini membuncah ketika malam semakin larut. Alunan simfoni alam mengiringi perenunganku yang semakin tak bertepi . bagaimana esensi manusia. bagaimana perenungan Nabi Muhammad SAW. Bagaimana menjadi seorang yang setegar Siti khatijah. Bagaimana menjadi sosok-sosok tangguh yang menjadi tombang sejarah demi memajukan Islam.dan bagaimana agama yang dulu begitu diagungkan itu kini tengah dirundung keluh dan kehilangan keseimbangan.

No comments:

Post a Comment