Wednesday, March 16, 2011

kematian begitu dekat..

Angin mengusik hari di sudut senja di fakultas ekonomi. Mengalunkan sejuta erita peristiwa semalam. Antara perlawanan dan sebuah pemilihan kekuasaan . seakan semua itu terlebur oleh waktu. Dan kini kembali dalam kesunyian hari menyapa setiap diri yang memantapkan hati dengan inginnya untuk menimba ilmu di universitas konservasi ini.

Dan kampus ini nampaknya menentukan alurnya sendiri. seandainya menyepi saat ini adalah lagu. Mungkin tercipta alunan suara merdu dari setiap orang yang kini tengah tenggelam dalam kesendirian mereka. Dan ada buku yang siap berdendang ria tentang isi dari cerita hingga kisah pemikir pembacanya. Dan terdapat puluhan ribu lirik yang tercipta disana. Sungguh ini adalah khayalan indah bila diabadikan dalam gesekan biola.

Dan pada saat yang sama aku memintanya. Menyambung rasa tentang keinginanku berkarya. Bukan hanya seorang atau sesuatu yang akan jadi memoriku sendiri. Karena yang terjadi saat ini adalah bagaimana aku menjadi pihak yang jauh lebihi mimpiku sendiri. Pihak yang semakin tak rela ditinggalkan ketika di hadapkan dengan kehilangan. Pihak yang enggan unruk mendelik dan mengurai kesedihan. Mengapa rasanya semua nampak lebih runyam.

Memikirkannya saja membuatku malu diri. Allah telah memberikan segalanya lebih dan lebih dari yang aku pinta. Sungguh rencana yang luar biasa hingga aku berada pada titik ini. Menjadikan seorang arma yang bahkan belum apa-apa ini kadang merasa begitu kecil. Dan faktanya kejadian demi kejadian yang melintaskan diri dengan maut itu laksana hanya setipis kertas.

Kematian rasanya begitu dekat ketika kita menyadarinya. Kita tak akan pernah tahu ketika kehilangan seseorang. Bagaimana menjadi orang yang tangguh ketika di tinggalkan dan bagaimana menjadi seseorang yang mengiklaskan segalanya. Faktanya aku belum bisa. Pembelajaran tentang ilmu iklas dan bersabar adalah hal yang sulit. Beberapa waktu aku merasa semua nampak tak adil. Semua nampak begitu mudah untuk pergi dan melumpuhkanku namun ketika tersadar. Aku hanya mahluk Allah yang melupakan janjiku untuk selalu berserah dan tawakal padanya. Astafirullah..

Kehilangan sosok kakung bukan hal yang mudah pula untukku. Tiga tahun yang lalu masih membekaskan air mata kering yang tak terlihat dengan mata fisik bagiku. Ada yang tak memahami arti kami. Bahwa hanya aku cucu yang memang selalu bersama beliau , yang di azan-ni untuk pertama kali. Yang di ajak memancing setiap pulang sekolah. Yang diantar saat berangkat sekolah. Seolah aku memang cucu yang beliau harapkan , cucu dari 2 keluarga yang diperebutkan.

Dan ketika beliau pergi, sebenarnya aku tak pernah kehilangan beliau. Beliau tetap disini. Masih teringat jelas sapa ‘nduk’ ketika memanggilku dan masih teringat begitu dekat tawa beliau ketika kami membuat lele bakar di malam tahun baru. Bahkan masih tergambar jelas saat kami menonton perhitungan presiden saat pemilihan megawati atau gusdur yang jadi presiden. Dan tiba-tiba aku merindukannya.Allah terima beliau di pelukMu, tempatkan di syurga terindah di jannahMu.. L

Kematian juga begitu dekat ketika tabrakan di malam makrap PMR dulu, kematian begitu dekat saat hampir jatuh di jurang kemarin, kematian seakan berada sangat dekat ketika ban bus yang kemarin aku tumpangi meletus. Kematian begitu dekat ketika sebelum terlelap aku melihat petang yang meraja dan tak satupun cahaya mau berbagi cerita tentang kehidupan yang akan datang. Kematian memang begitu dekat.

Tergambar dalam sunyi ini aku memutuskan untuk berselisih dengan ketenangan. Ku azzamkan diri di jalan Allah. Mengurai waktu lelapku dalam jalan pembelajaran dan perbaikan diri. Meninggalkan hal yang tak bermakna dengan membaca risalahnya dan keberanian untuk berbeda dari yang lain. Sungguh aku berada pada tempat yang memang aku inginkan . maka Allah . jaga dan bimbinglah aku. Di jalanMu. Menuju jannahMu..

No comments:

Post a Comment