Sunday, June 24, 2012

Seruni part 7


Langit sore ini mengingatkanku pada satu kisah. Kisah yang tak akan ku ketahui jawabannya saat ini . kisah yang akan mengundang tanya ku. tanyamu. Bahkan tanya dia yang merasa menjadi pelaku dari kisah ini.
Dan aku hanya bisa bicara dengan langit senja. Yang menghujamkan ceitanya dalam dada. Dan nanar itu belum bisa sembuh. Selama cerita ini belum terjawab hingga kini.
“ Mbak Seruni..”                 
Panggil seseorang yang kemudian memelukku. Tangisnya membahana dan tak di hiraukannya beberapa celingukan anak kos yang terasa menggannguku karena pintu yang terbuka. Saat ada adek kos yang melinguk aku meminta pelan.
“tolong tutupkan pintunya ya” pintaku dan kemudian ensel berwarna pink itu di tarik dan akhirnya tertutup. Namun seorang adik kecil yang begitu ku sayangi itu masih menangis. Tangisnya enggan padam entah karena apa . namun pelukannya keakan ingin berkata bahwa bebannya begitu berat dan menyakitkan.
Beberapa waktu selepasnya seruni hanya terdiam. Memeluk adalah langkah pertama ketika seorang perempuan ingin mendapatkan dunianya sendiri. Pelukan dapat berarti banyak bahkan lebih dari kata dan sebuah jawaban yang melegakan. Pelukan dapat menjadi sebuah ruang untuk kita membagi dunia dan menjadikan dunia kita sendiri dan bicara bahwa semua akan baik dana kan selesai permasalahan.
“semua akan baik baik saja, ayo mengadu pada Allah” ucap seruni sambil tersenyum.
Di bimbingnya adik kelasnya itu untuk mengambil wudhu dan kemudian bersuci. Ashar menjelang. Ada banyak realita kehidupan yang terjadi namun untuknya hanya ada satu Tuhan untuk semua itu . Hanya Allah, semuanya akan kembali.
Dalam sujudnya pun aku menemukan isak yang ku ketahui benar ini apa. Ku hapus air matanya dengan ujung usap kasihku. Dan ku dekap gadis kecil itu dalam pelukanku.
“bagaimana aku tak marah mbak. Mereka membicarakan mbak ratih, mbak ratih dan mbak ratih.. di depanku dengan nada yang.. yang..”  ucapnya gadis kecil itu dengan terbata. Seakan tak ada ruang di hatinya kini yang masih longgar untuk kembali menata hati. Seakan semua porak poranda dengan kejadian yang begitu tak di kiranya.
“kenapa sih mbak? Kenapa harus mbak ratih? Kenapa harus dia yang selalu berkata baik dan seakan suci di depanku ternyata?”
Dan aku kembali memeluknya. Gadis kecil itu tak perlu mengungkapkan apa apa. Aku pun hanya mencoba untuk menjaga hatiku agar tak ikut tersedu di hadapannya. Harus ada yang tetap berdiri dan angkuh untuk saat ini.
“hanya Allah yang berhak membolak-balikkan hati manusia. mbak ratih tahu itu.. hanya saja mungkin dia sedang butuh waktu untuk mengingatnya” ucapku.
Sekali lagi dan sekali lagi. Mengapa harus cinta yang belum waktunya harus meruntuhkan tembok kekal bernama iman itu. Mengapa atas nama cinta sesorang dapat menerobos ruang dan tembol yang di bangunnya sendiri.
Dan aku terjaga dari lamunku. Sejenak dalam doaku hanya bisa ku panjatkan padanya agar terus menjaganya. Dalam sujudku ada namanya.. begitu pula dalam sujud orang tua bahkan kami yang senantiasa masih akan selalu bersamanya atas nama muslim dan keimanan.. dia.. tak akan pernah kekurangan cinta.

No comments:

Post a Comment