Wednesday, October 12, 2011

‘ditengah retorika pikiran di kampus penuh tanda tanya’


Jelas disini aku tersudut dan menderita. Pikiran yang tak sama. Kesadaran dan pengertian yang berbeda. Atau malah aku yang terlalu dan tak bisa mengendalikan rasa. Aku setengah takut memandang dunia yang sebenarnya. Walau sesekali melirik kearah mereka. Aku hanya satu diantara mereka yang menangisi keadaan mungkin. Aku yang terkadang tak mengerti arti sebuah kebungkaman kesombongan.mungkinkah ini saatnya. Atau malah aku terlalu kikuk oleh keadaan.
Aku yang ketakutan setiap malam. Dalam bayang anak jalanan yang ditusuk dinginnya malam. Atau pada mereka yang memekik lapar diantara kolong jembatan. Aku semakin tak perduli. Walau kadang membutakan diri. Aku tau mereka ada dan itu nyata. Namun siapa aku untuk bersuara.
Aku terlalu buta. Atau malah mencoba untuk tak membuka mata. Tanganku saja di genngam oleh bunda. Di dekap erat oleh retorika dunia. Aku dalam diamku tak biasa bicara. Hanya beroceh dalam kebimbangan diri tentang diri dan peristiwa.
Bagaimana mereka yang berjuang dalam medan terjal ini. Yang bahkan tak berbekal sesuap nasi. Yang harta dan pikirnya tercurah pada datu masa dan peristiwa. Yang gerimis belai peluhnya menghadapi kenyataan bahwa keadaan dapat berubah dan mengalami perbaikan segera.
Malam menjelma dalam gelap dan gulita. Aku masih disini. Menyendiri dalam kesunyian hari. Mencoba mengurai arti diri . aku bukan seorang yang merdeka oleh peraturan. Bukan mereka yang terbebas dari belenggu gender yang tertera sejak lahir. Namun aku masoh seorang perempuan dan anak biasa. Yang berusia 19 tahun. Yang masih belajar membaca dan menulis keadaan. Apa membina keadaan menjadi bungkam tak berbahasa juga untukku.
Dalam kerinduanku dengan hujan ini juga merupakan pinta yang tak tersampaikan. Aku hanya ingin pulang. Ke negeri yang ku damba. Negeri penuh cerita indah dan bahagia. Negeri dengan cinta dan kesungguhan masa. Negeri yang diisi dengan kerinduan sejajar dengan yang lainnya.
Bumi yang mengijinkanku belajar apa saja. Bumi yang tak memandang aneh padaku saat membaca buku dan tentang banyak karya mereka yang terpenjara oleh kata baik dan jahat. Bumi yang santun. Bumi yang membelai ilmu dan pengetahuan bagai mengalir dan memberikan keajaiban. Bumi yang mengajariku kecintaan pada mimpi dan pengorbanan. Bumi ini yang emmbuatku menyesal untuk tetap pergi.
Bumi yang ku damba..
Dan
Yang membuatku kecewa..
Karena harus pergi mendahului
Yang lainnya..

Semarang, 10 oktober 2011
‘ditengah retorika pikiran di kampus penuh tanda tanya’

No comments:

Post a Comment