Tuesday, September 4, 2012

Catatan 1 : Buku dan Dia


Menatap buku-buku yang ada di depanku kali ini begitu berbeda untukku. Seperti biasanya ingin ku rakut semuanya dan ku bawa pulang. Dari sejarah hingga fiksi, dari melodi hingga sugesti, dari mimpi hingga kritik diri. Dan dalam sekejap aku tahu. Ingin ku bangun satu ruang sendiri yang hanya terdiri dengan aku,waktu dan buku. Hanya ada satu nada tentang membaca dan ilmu. Namun sekejap kemudian terjaga, dan aku tahu inginku dan tekad kuat ini tak di dukung dana yang memadai untuk saat ini.
Pagi yang menyenangkan. Menyusuri tumpukan buku di jejeran toko buku di belakang Pasar Bringharjo. Yang pertama ku inginkan adalah mencari suasana memang. Sekaligus untuk menghadiri pameran tugas akhir salah seorang kawan. Kawan yang tak bosan menanyakan setiap waktunya untuk memastikan bahwa hari ini aku tak kehilangan ingatan.Kehilangan ingatan untuk menghadiri rangkaian imajinasi asal anak seni rupa yang dianggapnya sebagai titik tolak masa depan.
Dan sebelum itu ku sempatkan untuk melihat lihat beberapa buku yang ada di jejeran toko itu. Berharap ada satu buku yang memang ku inginkan. Namun apa daya, belum ada cetakan ulangnya yang dapat ku nikmati dengan raba aksi nyata lewat lembar lembar nyata bukan e-book saja.
Dan teringat pada cerita salah seorang kawan yang menginspirasiku. Kawan yang menjaga sebuah ideologi yang di milikinya walau dia sendiri tak pernah menyadari secara pasti ideologi apa yang di anutnya. Salah seorang kawan yang hingga kini keberadaannya tak ketahui. Namun terkadang kabarnya hadir lewat sms atau  telepon pribadi hingga berakhir dengan..
“kalo nanti lo udah punya cowok, bilangin ke dia kalo dia orang yang paling beruntung”
Geli.. lucu dan menggemaskan. Caranya untuk mengungkapkan keakraban kami. Yang tidak mengenalnya mungkin akan melangkah mundur saat sekali memandang. Namun apa yang membuatku kemudian mengubah sikap ketusnya di kelas dengan obrolan soal buku dan banyak hal. hingga mengubah porsi tidurnya di sudut kelas dengan menjahili guru dengan pertanyaan tak logis di sampaikan oleh seorang anak SMA.
Tingkahnya yang tak mudah di tebak itu yang membuatku sering malu diri. Bukan tersipu macam anak abg sedang kasmaran. Namun lebih jauh dari itu. Aku sedikit malu bahwa dengan pemikiran dan pengetahuan sejauh ini. aku masih belum mengerti apapun tentang Indonesia maupun permasalahannya. Dan dia, dengan kesendiriannya dan sikap berbedanya. Mengajarkan aku tentang kesantunan berpikir dengan cara lain memandang objek masalah dengan pemikiran kongkret dan mudah diterima akal sehat.
Dia yang terkadang mengajakku melesat jauh pada mimpinya. Dia yang kadang berbincang tentang hal paling kecil tentang pengertian tentang agama dan simbol hidup yang melekat padanya, sadar dan faham.
Entah kali ini, ketika melihat tumpukan buku itu. Aku memikirkannya. Seseorang yang jauh namun meninggalkan kenangan tak terluapakan.
Semoga Allah menjaganya dimanapun dia berada. Aamiin.

No comments:

Post a Comment