Friday, November 29, 2013

Sudut Ruang Dunia



Untuk kesekian kalinya aku tersenyum. Tingkah dan polah anak-anak selalu menggelitik untuk membuat segaris lengkungan di wajahku. Tak henti mereka membuat berbagai gerakan yang berbeda dengan intruktur mereka yang ada di depan. Hingga pandanganku beralih pada teman KKN ku yang tengah mencoba bergerak sesuai dengan senam yang di ajarkan namun akhir nya sia-sia karena anak-anak mengambil peran dan kreatifitas untuk membuat gerakan sendiri. Dan pada guru di ujung ruangan nampak ikutan terpingkal melihat kami.

Ini buakn kali pertama kali masuk ke kelas untuk membantu para guru untuk salah satu program KKN. Program KKN yang kami namakan dengan pemberdayaan TK. Hal yang seharusnya sesuai dengan jalannya dengan rencana kami. Kami memberikan tips atau saran untuk mengajar anak-anak. Atau bahasa kerennya memberikan metode pembelajaran untuk guru-guru di TK yang notamennya tidak sekolah di keguruan dan hanya pengajar lepas di TK tersebut. Namun apa mau di kata itu hanya berakhir sekedar rencana.

Kami sekali lagi harus mengelus dada hingga akhirnya kelas selesai dan di akhiri dengan puluhan anak membuat barisan untuk mencium tangan para guru dan kami. Dan hal ini yang membuat siluet kenangan masa PPL terlintas kembali. Ingin rasanya air mata ini menetes namun di cegah oleh cubitan salah seorang siswi dengan kerudung ungu meminta untuk mencium pipiku. Manis sekali dia memberikanku sebungkus coklat coki-coki sesaat kemudian. Terharu? Itu pasti.

Perbincangan dengan para guru bergulir. Perbincangan tentang bagaimana suka duka mengelola TK di desa yang tengah berkembang ini. TK yang sifatnya masih dalam proses pengembangan ini sempat fakum bertahun-tahun karena peralihan kepengurusan yang belum tepat. Sehingga belum bisa di berdayakan dengan baik. Sehingga baru 3 tahun berjalan ini sekolah kembali aktif dengan tenaga pengajar seadanya dan dengan kesukarelaan.
“ berawal dari suka anak-anak saya kembali ke sini selepas praktek bekerja ketika kuliah dulu mbak” ungkap salah satu guru muda disana.
Dengan penghasilan yang tidak seberapa yang di ambil dari iuran orang tua siswa yang mendaftarkan anaknya di TK tersebut. Mereka membuat perjanjian dengan guru yang aktif dan cuti. Sehingga terdapat pergantian pengajar yang ada di sana setiap adanya kesempatan.
Dan ketika sempat ku tanyakan tentang bagaimana bisa bertahan dengan keadaan sekolah yang seadanya hingga penghasilan yang tidak menentu tetap menekuni pekerjaan ini, guru tersebut tersenyum .
“ibadah mbak, banyak guru yang cuti hamil beberapa bulan yang lalu. Kelas kosong kalo ditinggal. Akhirnya saya tetap aktif. Alhamdulillah kini ada yang sudah kembali aktif mengajar lagi.” Jawabnya sambil merapikan letak jilbabnya.

Perbincangan kami mengalir. Bagaikan bersama salah seorang kawan yang lama tak bertemu akhirnya kami mulai berbagai rasa. Dengan senyuman dan gurauan di sela perbincangan kami terlihat bagaimana tegarnya guru muda ini mengahadapi keadaan. Dari mulai tempat TK yang masih belum tetap dan mereka hanya separuh menyewa dari pemilik TPQ yang dilaksanakan di sore hari. Sehingga belum lengkap secara tempat dan administrasi tetap selalu ada jalan TK yang belum sepenuhnya berdiri ini berjalan.
“kalo ndak ada TK ini. susah mbak. TK yang lain jauh dari sini.” Ucapnya dengan Bahasa Indonesia namun lekat kental dengan logat Tegal.

Entah dari mana asalnya. Namun begitu mendengar ceritanya tersirat begitu jelas ketulusan yang ada di niatnya. Ikhtiarnya yang begitu luar biasa. Bukankah orang-orang seperti mereka yang seharusnya menjadi teristimewa di mata para pengajar para pengajar yang sebenarnya. Bukan sekedar mengejar target pribadi semata. Namun juga menjadi manfaat untuk lingkungan sekitarnya.  Hingga akhir perbincangan kami di sertakannya senyuman yang membuat kami bertekad untuk kembali membantu di pagi harinya. Hingga akhir KKN kami laksanakan di desa ini. Untuk seorang Arma ini salah satu agenda hunting foto.

No comments:

Post a Comment