Wednesday, February 16, 2011

catatan tentang hari ini..

Assalamu’alaikum..

Seperti jingga yang tersaji dalam senja. Sejenak aku hanya berpikir tentang berbagai akhir dan berbagai kegalauan dan berkehidupan. Rasanya hatiku kian diusik rasa rindu pada ketenangan. Kemelut demi kemelut melintasi hari. Membuatku semakin percaya bahwa perjuangan ini berat namun akan berujung bahagia. Amin J

Dan buku memang perlu filter dan perlu dipahami dengan paham yang benar. Sehingga berbagai kecaman dapat diabadikan dengan indah dan seimbang. Bukan dengan guyonan kita menganalisa, namun dengan cerdas menempatkan makna.

Dan faktanya seorang sepertiku memang harus berhati-hati pada segala bentuk pemikiran dan penilaian, termasuk dari hasil itu semua. Buku yang ku baca, musik yang ku dengar hingga film itu semua sering kali merasuk dan membuatku menjadi sosok yang ada didalamnya.

Itu salah satu paham yang ku pelajari dari berteater dulu, tuntutan untuk total sebenarnya adalah menempatkan dengan benar apa yang sedang diperhitungkan. Oleh karena itu segalanya nampak begitu paradoks ketika tak terjamah. Pengakuan sebagai pelaksana makna dalam sebuah panggung teater memiliki ribuan konsekuensi yang terkadang tak bisa di kendalikan, termasuk masuknya karakter itu dalam diri kita. Sadar ataupun tidak sadar.

Dan sosok ‘Satar’ dalam ‘Sabda Dari Persemayaman’ sesungguhnya merupakan ujung tombak pemikiran mahasiswa yang tersembunyi. Setidaknya itu mengingatkanku pada karakter yang ku mainkan saat ada di SMA dulu. Ketika Teater Kurusetra mengangkat tragedi 1998 sebagai tema kami di festifal teater se jawa-bali di Institut Seni Indonesia.

Sosok Satar dengan prinsipnya mengundangku dalam dirinya yang tengah terkekang oleh pemikirannya. Lambung pikiran yang membuatnya di kelilingi berbagai filsafat. Itulah mengapa terkadang kendali dan mempelajari pengendalian pikiran itu penting, karena faktanya orang bisa terbunuh karakternya karena pemikirannya.

Sosok aktivis sepertinya melihat realita yang berkembang bukan hanya dengan pe-maklum-an semata. Namun mata dan hatinya saling berargumen,seketika otaknya menyatakan berbagai pengertian filsafat dengan itu banyak hal terjadi lewat batas pemikirannya.

Dan kini, aku ikut kacau oleh pemikirannya.T.M Dhani Iqbal menuliskan peran seorang Satar dengan cantik dan elegan. Ia mengendalikan pembaca sepertiku untuk ikut tenggelam bersama alunan cerita yang dibuatnya. Ikut tersenyum ketika menemukan ideologi dan seketika muram karena keraguan.

Dan pemaknaan hidup memang seperti itu. Keraguan yang tercipta saat ini adalah sebuah faktor X yang mengantarkan kita pada kepastian yang akan muncul selepasnya. Namun tak semuanya cerita berakhir indah, begitu pula perjuangan mahasiswa. Kadang ketidak adilan dan pengorbanan merupakan penghias kesempurnaan cerita itu sendiri. Ketika seorang aktor utama kemudian jatuh oleh pikirannya sendiri hingga di akhir ia meniti nafas dibumi.

Pembaca sepertiku ini yang harus memiliki beberapa waktu untuk mengembalikan jiwaku yang dulu dan menjadi sosok yang dulu. Menghilangkan jiwa Satar di dalam diriku.dan menenggelamkan kepingan kecewa pada dunia yang tidak adil pada sepersekian jiwa yang sadar oleh keadaan.

Dan ditengah malamku kini, ternyata membuatku meraba hati-hati mahasiswa yang sadar. Orasi mereka tentang keadilan, bisikan hati yang membuat mereka bergerak dan peluh yang tercurah untuk membuka jalan yang bahkan bukan untuk dilalui oleh mereka. Namun akankah rakyat tahu mereka sedang diperjuangkan?mengertikah rakyat pada satu pemahaman? Akankah menghilang apatisme yang lainnya dan ikut serta dalam perjuangan?

Malam mengembang..petang yang membungkam seketika dalam perenungan ini aku hanya tersenyum tersayat.. setetes air mata untuk para pejuang pemikiran..

Terngiang teriakan yang menggema di sudut asa sepersekian detik dalam ingatan tentang masa kemarin..

Hidup Mahasiswa !

Hidup Raktat Indonesia !

Semarang,15 Februari 2011

No comments:

Post a Comment