Wednesday, December 22, 2010

wejangan tuhan



Ada hari yang tak akan pernah terlupakan. Ada seorang perempuan datang dan membawa bahagia tersendiri. Perempuan itu tertatih saat meniti jalan yang terenggut oleh keraguannya. Seakan tak dapat melihat cahaya yang dulu ditujunya saat melangkah. Yang ada hanyalah bias bayang yang hingga kini ia tak bisa lagi melangkah tegap.
Senyum yang sempat ada diwajahnya pun terganti dengan kegalauan dan kabut kegelisahan yang begitu memilukan setiap pandangan kepadanya.
Hidup yang bahagia, kiranya hanyalah asa yang sukar ia wujudkan dalam ruang hati yang terdalam ia menangis tak tertahankan. Dalam diam ia menangis tak terketahui sebabnya. Kata bahagia jadi tabu untuk disebutkan.
Mungkinkah ada yang tahu atau sedikit saja bisa mengerti hatinya yang merintih dalam pekat yang teruraikan.
Mengenang masa yang dulu dilewatinya bukanlah hanya menambah luka di hatinya, kenangan yang tak mungkin di lupakannya , kenangan tang terulang di setiap kerlip bintang yang dipandangnya. Semua bagaikan khayal yang mencengkeramnya.
Kesendirian yang dirasakannya? Atau apakah tak berkawankah ia? Sesungguhnya tidak. Ia berada ditengah keramaian dan gempita kehidupan. Sungguh pada tempat dimabna ia bisa tertawa dan melepaskan segala hidup dengan kesenangan. Namun apa? Gemerlap itu semu. Kebahagiaan yang tak pernah ia miliki seutuhnya. Kebahagiaan yang kosong sebagai hiasan hidup yang akan lenyap sewaktu-waktu.
Perempuan itu kadang tersenyum. Senyum yang tak menampakkan apapun. Senyum hambar yang selalu diberikan pada setiap insan yang hadir dalam hidupnya. Insan yang sekedar singgah dan ikut meramaikan kebekuan hati yang dirasakannya. Insan yang seakan datang dan pergi semaunya. Meninggalkan berkas berkas hampa di hatinya.

No comments:

Post a Comment