Friday, January 31, 2014

Jodohku Dari Allah, Bukan Dari Selembar Kertas



Ada angin yang melintas di iringi dengan dedaunan yang jauh perlahan. Begitu aku tahu angin ini. Sekejap namun membawa keutuhan yang berbeda di antara hari. Seakan membawa rona pada setiap penanti yang ikut serta menjaga diri. Angin kali ini membawa berita yang dalam sekejap menghampiri dan tak mau segera pergi. Hal yang tak mudah untuk di elakan seperti pertanyaan berapa ip semester kemarin. 

Bagaimana ukh sudah di baca proposalnya?
Saya tunggu jawabannya. Mb Sinta.

Tulisan itu mungkin singkat. Sesingkat sms yang baru saja masuk namun jawabannya membutuhkan banyak waktu bahkan untuk mengejanya. 

saya butuh waktu

singkat, padat dan nampaknya tak menjelaskan apapun memang. Namun apa mau di kata. Sms dari Mbak Sinta tadi tak sanggup di jawab lewat sebuah pesan singkat. Ku lampirkan sekuntum keraguan di dalamnya. Namun akhirnya di antara kebimbangan itu aku memilih tombol cancel. 


~@~

Kebimbangan apa yang terlampir ketika ada sebuah permintaan untuk memintamu dari keluargamu hadir dengan begitu tiba-tiba.  Tanya itu bukankah dapat menjadikan banyak hal terlintas di benakmu. Sebagai seorang perempuan saya juga pernah merasakan itu. 

Cuplikan di atas hanyalah ilustrasi. Seutas awal atas sebuah cerita  dari seorang kawan lama yang baru saya temui lagi setelah lama tak bersua. Sebuah cerita pendek dari rangkaian keputusannya untuk hidup. Yang akhirnya tak perlu nampaknya saya jelaskan di sini. 

Namun gambaran awal itu hanya ingin menegaskan atas sebuah keraguan yang membuat teman saya itu ragu. Khususnya pada saat itu memang. Karena akhirnya ada hal lain yang membuat bimbangnya mereda dan akhirnya takdir berkata yang berbeda. 

Dia menemuiku dengan penampakan yang berbeda dari terakhir kali kami bertemu. Di kenakannya jilbab yang mulai menutupi separuh lengannya dan di rapatkannya lagi kaos tangan yang tak pernah terlihat di tangannya dahulu. Sebari tersenyum manis sekali berbuah lesung pipit yang dulu di banggakannya. Hanya di depan kami berenam.

‘andai ada cerita yang lebih indah di novel yang kau buat tak akan lebih indah dari kisahku’ 

Ungkapnya sebari menata letak jilbabnya yang miring akibat terlalu semangat duduk di sebelahku. 

Ku lampirkan senyum yang tak kalah manisnya. Sebari menolongnya eletakkan ujung jilbab ke posisi yang tepat. Dan kemudian di sambutnya dengan kelingan mata. 

‘lebih dari apapun yang kini di katakan orang bahkan satu persatu mereka meninggalkanku dengan membawa padangan yang beraneka ragam. Jodohku datangnya dari Allah, bukan dari selembar kertas. 


Dia yang membawa akhlak baiknya, tekad kuatnya, pilihan atas istiqorohnya, mimpinya dan niat baiknya kedepan orang tuaku. Menegaskan sendiri istimewanya sebuah ikhtiar tentang masa depan yang ingin dia bina denganku. Karena Allah. Tulus itu terukir dari setiap uraiannya. Darinya kepada orang tuaku’

Ungkapnya panjang kali lebar kali tinggi saat itu. Dan aku hanya terdiam. 

Mungkin saat itu aku tak mengerti. Mungkin juga otakku sedang tak sepenuhnya sempurna memahami. Namun kini, ada yang berbeda terjadi. Bagai merasakan apa yang dulu di katakannya. Saat itu, ketika kelingan itu di dekatku. Berarti dia benar-benar tak menjawab sms itu. Berarti dia tak mengiyakan kertas itu. 

Namun ada takdir lain yang memberikan jawaban atas tanda Tanya hidupnya. Melengkapi kepingan pazel yang belum sempura. Ada yang lain, yang membuatnya berseri bahkan hingga hari aku mengetik tulisan ini. 

takdir Allah.
siapa yang  tahu? 
 
 ~edisi simfoni

 

No comments:

Post a Comment