Di antara keramaian yang riuh
dan langkah-langkah yang saling bersisihan,
pertemuan itu hadir seperti bisik angin di sela gemuruh—
tak disangka, namun terasa.
Pandang mata bertaut tanpa aba-aba,
seolah semesta berhenti sejenak memberi ruang
bagi dua jiwa yang tak saling mencari,
tapi diam-diam saling menanti.
Kata-kata tak perlu sempurna,
cukup getar di dada yang berbicara.
Lalu hari-hari berjalan, menyulam cerita
demi cerita, entah bahagia,
entah luka,
tapi selalu tentang mereka berdua.
Dan meski waktu tak selalu ramah,
rasa itu tinggal, menetap tanpa izin,
menjadi sunyi yang tak pernah sepi.
Tiada logika yang mampu menjabarkan
bagaimana segalanya bermula,
atau mengapa tak juga usai—
karena bukankah rasa memang tak selaras
dengan logika?
Kelak, segalanya akan berlalu seadanya.
Hidup akan terus berjalan.
Tapi akan ada kenangan baru yang turut terukir,
meski tak pernah bisa menghapus rasa
yang tak berkesudahan.
No comments:
Post a Comment