Monday, June 3, 2013

Dialog Hati Seorang Perempuan

Rasanya aku kembali pada melodi masa lalu. Kepulanganku yang mendadak kemarin membawa cerita berbeda. Seperti bergerilia di antara semak yang tak ku ketakui ujungnya. Rasanya aku pun tak punya nyali untuk sekedar mengungkap hari ini dan seterusnya.

Ku lihat bentangan sawah yang merambat menutupi sela bumi. Andaikan keserakahan manusia dapat di kendalikan. Mungkin masih ku nikmati pemandangan seperti ini di kota besar. Bukan malah tumpukan sampah dan gema hedonisme. 

Ah sudahlah..

Ku pikir apa yang salah dengan diriku. Sebagai perempuan khas jawa bukankah tugasku sudah jelas. Namun gara-gara emansipasi semua menjadi semakin runyam. Aku disiuruhnya jadi pintar cerdas dan berkelas. 

Namun dampaknya? Aku jadi pulang malam karena berkerja dan kaki membesar karena kebanyakan jalan kaki.

Namun aku bersyukur. Karena tanpa emansipasi mungkin aku tak bisa menulis seperti saat ini dan menikmati embun pagi. Karena sibuk dengan urusan dapur dan rumah tangga.

Sudahlah. 

Cukup rasanya mengenang emasipasi dengan kata-kata melankolis seperti memajukan wanita dan menyamakan hak di atara dua gender yang jelas berbeda. Karena faktanya perempuan menjadi komoditas eksploitasi akan segala hal yang tak sanggup di ungkapkan dengan kata-kata. Bukan karena baiknya namun karena rona menyakitkan di antara kata tersebut yang menyakitkan untuk di dengar.

Ibarat pinggir pantai yang menyajikan sajian keagungan dengan semesta. Seharusnya aku sudah berdiri dalam kekalutan karena ntah mampu mengiris luka pada hatiku sendiri. Apa bedanya ku pikir. Kita yang sama-sama berdiri dan mengiba dengan banyak pinta pada Tuhan. 

Yah Tuhan manapun lah sesuka kalian. 

Namun masih saja bacok bacokan dalam setiap tikungan ketaqwaan. Tak bisakah kita berdamai dengan agama kita masing-masing. Tanpa harus ketakutan karena mayoritas dan minritas. Ngurus agamanya sendiri saja belum beres kok buat konflik dengan agama lain.

 Geje.

Aku tahu siapapun yang bermata sayu saat ini adalah salah seorang dari yang membuat cerita dengan segala apapun yang ada di hidupnya. Tak begitu berkesan jika di cerna namun menjadi begitu masuk akal jika kita sadari keberadaannya.

Tenanglah. Aku lebih kebal untuk mengiklaskan banyak hal dari pada harus mengiba tentang pinta yang terlalu tinggi. Haduh.. harus ku apakan cita dan asaku ini, 

No comments:

Post a Comment