Di dunia yang menuntut keseragaman, aku sering merasa seperti melodi yang sumbang. Mereka ingin aku menjadi salinan, dengan nada dan irama yang sama persis seperti orang lain. Namun, jiwaku menolak. Ia ingin berteriak dengan suaranya sendiri, menari dengan langkahnya sendiri, dan merasakan dunia dengan cara yang berbeda. Setiap kali aku mencoba menjadi orang lain, sepotong diriku hilang, dan aku hanya bisa menemukan kekosongan. Aku sadar, menjadi berbeda bukanlah dosa; itu adalah anugerah yang harus dirayakan, bukan disembunyikan.
Sungguh, inginku cuma satu: menjadi diriku sendiri. Aku ingin mencintai dan dicintai dengan segala ketidaksempurnaan yang kumiliki. Biarlah air mataku jatuh, biarlah langkahku lambat, biarlah suaraku bergetar. Semua itu adalah bagian dari diriku yang sejati, yang berhak untuk hidup sepenuhnya. Aku tidak lagi ingin membandingkan diriku dengan bayangan orang lain. Aku memilih untuk melihat ke dalam cermin dan mencintai apa yang kulihat—seorang yang unik, yang sedang belajar untuk menerima dirinya dengan segenap hati.
Mencintai diri sendiri adalah tindakan paling romantis yang bisa kulakukan. Dalam proses ini, aku menemukan kedamaian yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Aku tidak lagi takut akan penilaian, karena aku tahu bahwa kebahagiaanku tidak bergantung pada persetujuan orang lain. Aku hanya ingin menjadi kunang-kunang yang terbang bebas dalam kegelapan, menyebarkan cahaya kecilku, tanpa harus cemas karena tidak menjadi bintang. Karena yang paling berharga dari hidup ini adalah saat kita berani menjadi diri sendiri, dan dalam keberanian itu, kita menemukan cinta yang paling tulus dan abadi.
