Ada kala, senja datang dengan manis sekali. Warna jingga dan ungu menyelimuti langit, menciptakan pemandangan yang penuh kehangatan, seperti karunia yang tak terhingga dari Tuhan. Senja ini, bagi ku, terasa lebih istimewa. Sebentuk karunia yang diberikan pada diriku yang serba tak sempurna ini—mengingat segala kekurangan dan keterbatasan yang ada pada diriku. Namun, di tengah ketidaksempurnaanku, Dia yang Maha Baik masih memberikanku waktu, memberi kesempatan untuk menikmati tiap detik yang ada. Waktu yang, meski sering aku sia-siakan, tetap diberikan dengan penuh kasih-Nya.
Hari demi hari aku jalani, kadang terasa begitu berat dan penuh tantangan. Namun, aku tahu bahwa Dia masih memberiku kesempatan untuk terus maju, meski aku sering kali merasa tidak layak. Pada setiap pagi, aku bersyukur atas kesempatan untuk memulai hari baru, untuk berjuang, meski tak selalu dengan kekuatan penuh. Termasuk di saat-saat seperti ini, saat senja datang dan aku mengiba pada-Nya, berharap diberikan kekuatan untuk terus menjalani hidup ini dengan lebih baik. Apakah aku terlalu serakah jika masih meminta, padahal hidupku sudah berkelimang kemudahan yang tidak bisa aku hitung satu per satu?
Terkadang, aku merasa seperti terlalu banyak meminta, padahal aku tahu betapa banyak karunia yang telah Dia berikan. Namun, ada kalanya rasa syukur itu terbungkus dengan harapan yang masih kupertahankan—harapan untuk lebih. Tidak hanya untuk diriku, tetapi juga untuk orang-orang yang aku sayangi. Dalam doa-doaku, aku ingin meminta yang lebih dari sekedar untuk diriku. Jika hidupku sudah dipenuhi dengan kemudahan, maka izinkanlah aku meminta untuk orang lain, untuk kebahagiaan dan ketangguhan mereka yang sedang menghadapi masa yang sulit. Bukankah doa yang baik adalah doa yang juga memikirkan orang lain?
Dalam keheningan senja, aku merenung tentang segala sesuatu yang telah Dia berikan—karunia yang tak terhitung, yang sering kali terlewat begitu saja. Setiap detik yang berlalu adalah pemberian-Nya, dan aku ingin memanfaatkannya sebaik-baiknya. Namun, pada saat ini, aku tidak hanya menginginkan kebahagiaanku sendiri. Aku ingin agar doa-doaku sampai pada orang-orang yang sedang berjuang. Boleh kan jika aku meminta, bukan hanya untuk diriku, tetapi untuk mereka yang membutuhkan? Mungkin permintaan itu akan lebih bermakna, lebih memberi arti, ketika kita bisa berbagi doa untuk kebahagiaan orang lain.
Jikalau bukan untukku, aku ingin pinta yang untukmu. Untuk kebahagiaan dan ketangguhanmu, untuk menjalani masa yang kini kau jalani. Boleh kan? Biarlah doa ini menjadi semacam jembatan, yang menghubungkan aku dengan mereka yang aku kasihi. Sebuah bentuk rasa syukur yang lebih dalam, yang bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain, agar kita bisa menjalani hidup ini dengan penuh kedamaian dan saling mendukung. Senja ini mengajarkan aku untuk lebih banyak memberi, lebih banyak mengikhlaskan, dan lebih banyak berdoa, baik untuk diriku maupun untuk mereka yang ada di sekitarku.