Seruni part 10
Siang itu tak seperti biasanya. Badanku tak enak
,wajahku memburam dari pagi. Hingga akhirnya siang ini aku terduduk di teras
rumah dengan segala pemikiran dan kecemasan yang ku bawa beberapa hari ini.
kepala sekolah mengijinkanku pulang lebih awal dari biasanya karena melihat
muka temaramku.
Angin kali ini menyambutku dengan bersahabat. Pelan
menghadirkan kesejukan diantara semilirnya bersama bau hujan yang sedari kecil
ku suka. Tak lama kemudian gerimis mulai membasahi kebun kecil yang belum lama
jadiku buat dengan suamiku.
Sepi dan sendiri membuat bayanganku untuk kesekilan
kalinya terlintas bayangan surat bersampul biru muda itu.
“Rasti Awalia”
Ketika itu hatiku kembali perih walaupun tak
teriris.
‘Seseorang .. yang pernah menaruh hati kepadamu”
Dan dalam sekejap
lukaku semakin tak menentu.
Ada tepukan lemput di pundakku. Dan kudapati
senyuman itu. Senyum yang telah memilikiku sejak awal perjumpaan kami . senyum
yang menmenjarakanku pada petang dan siang hari dan membuatku dilanda kerinduan
ketika harus berpisah. Senyum yang setiap katanya tentang agama , tentang
kebijaksanaannya membuatku tak enggan membawa Allah dalam setiap pinta akan
kehidupan yang lebih baik di hari depan.Dan sekali lagi terlintas tanya
mungkinkah aku cemburu pada bingkisan Allah untukku yang satu ini?
“biasanya ada yang berbinar ketika gerimis tiba,
namun kali ini nampaknya awan mendung tengah singgah di paras istriku?” ucap
lelaki tersayangku itu.
Tak sanggup rasanya menjawab. Hanya ada masam,perih
dan tak ada jawaban. Hanya angin yang ada di antara aku dan suami yang belutut
di depanku serta jilbab yang telah basah di ujungnya.
Dan aku rapuh. Pertahananku pecah sudah tangisku, airmata
dan kepiluan itu tak bisa lagi ku tutupi . hingga wajah bingung akhirnya
singgah di wajah suamiku. Di peluknya aku dan di tempatlan di dadanya seakan
ingin berkata bahwa semua baik baik saja.
“kenapa? Adek marah sama abang? Apa yang buat adek
menangis seperti ini?” ucapnya cemas .
Aku hanya diam berteman sisa tangisku. Ku bawa dia
ke dalam rumah dan ku tunjukkan satu loker dari kayu yang dulu di berikannya
ketika kami pergi ke jogja. Di bukanya loker itu dan di temukannya sepucuk
surat dan dia hanya bingung di raut wajahnya.
Ada yang perih ketika melihat surat itu hingga
menetes kembali tetes airmata itu. Dan pelan aku melepaskan tangan suamiku dari
bahuku.
Namun apa yang kutemukan? Dia tersenyum ?
Senyum yang tak terkira bagiku. Bukan rasa bersalah
atau permintaan maaf? Bukan semua sorot mata salah tingkah? Namun senyuman?
Siapa Rasti awalia? Siapa dia ? siapa yang bisa
membuat bingkisanNya untukku itu tersenyum??
Comments
Post a Comment