Seruni part 7
Langit sore
ini mengingatkanku pada satu kisah. Kisah yang tak akan ku ketahui jawabannya
saat ini . kisah yang akan mengundang tanya ku. tanyamu. Bahkan tanya dia yang
merasa menjadi pelaku dari kisah ini.
Dan aku
hanya bisa bicara dengan langit senja. Yang menghujamkan ceitanya dalam dada. Dan
nanar itu belum bisa sembuh. Selama cerita ini belum terjawab hingga kini.
“ Mbak
Seruni..”
Panggil seseorang yang kemudian memelukku.
Tangisnya membahana dan tak di hiraukannya beberapa celingukan anak kos yang
terasa menggannguku karena pintu yang terbuka. Saat ada adek kos yang melinguk
aku meminta pelan.
“tolong tutupkan pintunya ya” pintaku dan kemudian
ensel berwarna pink itu di tarik dan akhirnya tertutup. Namun seorang adik
kecil yang begitu ku sayangi itu masih menangis. Tangisnya enggan padam entah
karena apa . namun pelukannya keakan ingin berkata bahwa bebannya begitu berat
dan menyakitkan.
Beberapa waktu selepasnya seruni hanya terdiam.
Memeluk adalah langkah pertama ketika seorang perempuan ingin mendapatkan
dunianya sendiri. Pelukan dapat berarti banyak bahkan lebih dari kata dan
sebuah jawaban yang melegakan. Pelukan dapat menjadi sebuah ruang untuk kita
membagi dunia dan menjadikan dunia kita sendiri dan bicara bahwa semua akan
baik dana kan selesai permasalahan.
“semua akan baik baik saja, ayo mengadu pada Allah”
ucap seruni sambil tersenyum.
Di bimbingnya adik kelasnya itu untuk mengambil
wudhu dan kemudian bersuci. Ashar menjelang. Ada banyak realita kehidupan yang
terjadi namun untuknya hanya ada satu Tuhan untuk semua itu . Hanya Allah,
semuanya akan kembali.
Dalam sujudnya pun aku menemukan isak yang ku
ketahui benar ini apa. Ku hapus air matanya dengan ujung usap kasihku. Dan ku
dekap gadis kecil itu dalam pelukanku.
“bagaimana aku tak marah mbak. Mereka membicarakan
mbak ratih, mbak ratih dan mbak ratih.. di depanku dengan nada yang.. yang..” ucapnya gadis kecil itu dengan terbata. Seakan
tak ada ruang di hatinya kini yang masih longgar untuk kembali menata hati. Seakan
semua porak poranda dengan kejadian yang begitu tak di kiranya.
“kenapa sih mbak? Kenapa harus mbak ratih? Kenapa harus
dia yang selalu berkata baik dan seakan suci di depanku ternyata?”
Dan aku kembali memeluknya. Gadis kecil itu tak
perlu mengungkapkan apa apa. Aku pun hanya mencoba untuk menjaga hatiku agar
tak ikut tersedu di hadapannya. Harus ada yang tetap berdiri dan angkuh untuk
saat ini.
“hanya Allah yang berhak membolak-balikkan hati
manusia. mbak ratih tahu itu.. hanya saja mungkin dia sedang butuh waktu untuk
mengingatnya” ucapku.
Sekali lagi dan sekali lagi. Mengapa harus cinta
yang belum waktunya harus meruntuhkan tembok kekal bernama iman itu. Mengapa atas
nama cinta sesorang dapat menerobos ruang dan tembol yang di bangunnya sendiri.
Dan aku terjaga dari lamunku. Sejenak dalam doaku
hanya bisa ku panjatkan padanya agar terus menjaganya. Dalam sujudku ada
namanya.. begitu pula dalam sujud orang tua bahkan kami yang senantiasa masih
akan selalu bersamanya atas nama muslim dan keimanan.. dia.. tak akan pernah
kekurangan cinta.
Comments
Post a Comment