Catatan 1 : Buku dan Dia
Menatap
buku-buku yang ada di depanku kali ini begitu berbeda untukku. Seperti biasanya
ingin ku rakut semuanya dan ku bawa pulang. Dari sejarah hingga fiksi, dari
melodi hingga sugesti, dari mimpi hingga kritik diri. Dan dalam sekejap aku
tahu. Ingin ku bangun satu ruang sendiri yang hanya terdiri dengan aku,waktu
dan buku. Hanya ada satu nada tentang membaca dan ilmu. Namun sekejap kemudian
terjaga, dan aku tahu inginku dan tekad kuat ini tak di dukung dana yang
memadai untuk saat ini.
Pagi yang
menyenangkan. Menyusuri tumpukan buku di jejeran toko buku di belakang Pasar
Bringharjo. Yang pertama ku inginkan adalah mencari suasana memang. Sekaligus
untuk menghadiri pameran tugas akhir salah seorang kawan. Kawan yang tak bosan
menanyakan setiap waktunya untuk memastikan bahwa hari ini aku tak kehilangan
ingatan.Kehilangan ingatan untuk menghadiri rangkaian imajinasi asal anak seni
rupa yang dianggapnya sebagai titik tolak masa depan.
Dan sebelum
itu ku sempatkan untuk melihat lihat beberapa buku yang ada di jejeran toko
itu. Berharap ada satu buku yang memang ku inginkan. Namun apa daya, belum ada
cetakan ulangnya yang dapat ku nikmati dengan raba aksi nyata lewat lembar
lembar nyata bukan e-book saja.
Dan teringat
pada cerita salah seorang kawan yang menginspirasiku. Kawan yang menjaga sebuah
ideologi yang di milikinya walau dia sendiri tak pernah menyadari secara pasti
ideologi apa yang di anutnya. Salah seorang kawan yang hingga kini
keberadaannya tak ketahui. Namun terkadang kabarnya hadir lewat sms atau telepon pribadi hingga berakhir dengan..
“kalo nanti lo
udah punya cowok, bilangin ke dia kalo dia orang yang paling beruntung”
Geli.. lucu
dan menggemaskan. Caranya untuk mengungkapkan keakraban kami. Yang tidak
mengenalnya mungkin akan melangkah mundur saat sekali memandang. Namun apa yang
membuatku kemudian mengubah sikap ketusnya di kelas dengan obrolan soal buku
dan banyak hal. hingga mengubah porsi tidurnya di sudut kelas dengan menjahili
guru dengan pertanyaan tak logis di sampaikan oleh seorang anak SMA.
Tingkahnya
yang tak mudah di tebak itu yang membuatku sering malu diri. Bukan tersipu
macam anak abg sedang kasmaran. Namun lebih jauh dari itu. Aku sedikit malu
bahwa dengan pemikiran dan pengetahuan sejauh ini. aku masih belum mengerti
apapun tentang Indonesia maupun permasalahannya. Dan dia, dengan kesendiriannya
dan sikap berbedanya. Mengajarkan aku tentang kesantunan berpikir dengan cara
lain memandang objek masalah dengan pemikiran kongkret dan mudah diterima akal
sehat.
Dia yang
terkadang mengajakku melesat jauh pada mimpinya. Dia yang kadang berbincang
tentang hal paling kecil tentang pengertian tentang agama dan simbol hidup yang
melekat padanya, sadar dan faham.
Entah kali
ini, ketika melihat tumpukan buku itu. Aku memikirkannya. Seseorang yang jauh
namun meninggalkan kenangan tak terluapakan.
Semoga Allah
menjaganya dimanapun dia berada. Aamiin.
Comments
Post a Comment