Jodohku Dari Allah, Bukan Dari Selembar Kertas
Ada angin yang melintas di iringi dengan dedaunan yang jauh
perlahan. Begitu aku tahu angin ini. Sekejap namun membawa keutuhan yang
berbeda di antara hari. Seakan membawa rona pada setiap penanti yang ikut serta
menjaga diri. Angin kali ini membawa berita yang dalam sekejap menghampiri dan
tak mau segera pergi. Hal yang tak mudah untuk di elakan seperti pertanyaan
berapa ip semester kemarin.
Bagaimana ukh sudah di baca proposalnya?
Saya tunggu jawabannya. Mb Sinta.
Tulisan itu mungkin singkat. Sesingkat sms yang baru saja
masuk namun jawabannya membutuhkan banyak waktu bahkan untuk mengejanya.
saya butuh waktu
singkat, padat dan nampaknya tak menjelaskan apapun memang.
Namun apa mau di kata. Sms dari Mbak Sinta tadi tak sanggup di jawab lewat
sebuah pesan singkat. Ku lampirkan sekuntum keraguan di dalamnya. Namun
akhirnya di antara kebimbangan itu aku memilih tombol cancel.
~@~
Kebimbangan apa yang terlampir ketika ada sebuah permintaan
untuk memintamu dari keluargamu hadir dengan begitu tiba-tiba. Tanya itu bukankah dapat menjadikan banyak
hal terlintas di benakmu. Sebagai seorang perempuan saya juga pernah merasakan
itu.
Cuplikan di atas hanyalah ilustrasi. Seutas awal atas sebuah
cerita dari seorang kawan lama yang baru
saya temui lagi setelah lama tak bersua. Sebuah cerita pendek dari rangkaian
keputusannya untuk hidup. Yang akhirnya tak perlu nampaknya saya jelaskan di
sini.
Namun gambaran awal itu hanya ingin menegaskan atas sebuah
keraguan yang membuat teman saya itu ragu. Khususnya pada saat itu memang.
Karena akhirnya ada hal lain yang membuat bimbangnya mereda dan akhirnya takdir
berkata yang berbeda.
Dia menemuiku dengan penampakan yang berbeda dari terakhir
kali kami bertemu. Di kenakannya jilbab yang mulai menutupi separuh lengannya
dan di rapatkannya lagi kaos tangan yang tak pernah terlihat di tangannya
dahulu. Sebari tersenyum manis sekali berbuah lesung pipit yang dulu di
banggakannya. Hanya di depan kami berenam.
‘andai ada cerita yang lebih indah di novel yang
kau buat tak akan lebih indah dari kisahku’
Ungkapnya sebari menata letak jilbabnya yang miring akibat
terlalu semangat duduk di sebelahku.
Ku lampirkan senyum yang tak kalah manisnya. Sebari
menolongnya eletakkan ujung jilbab ke posisi yang tepat. Dan kemudian di
sambutnya dengan kelingan mata.
‘lebih dari apapun yang kini di katakan orang
bahkan satu persatu mereka meninggalkanku dengan membawa padangan yang beraneka
ragam. Jodohku datangnya dari Allah, bukan dari selembar kertas.
Dia yang membawa akhlak baiknya, tekad kuatnya,
pilihan atas istiqorohnya, mimpinya dan niat baiknya kedepan orang tuaku.
Menegaskan sendiri istimewanya sebuah ikhtiar tentang masa depan yang ingin dia
bina denganku. Karena Allah. Tulus itu terukir dari setiap uraiannya. Darinya
kepada orang tuaku’
Ungkapnya panjang kali lebar kali tinggi saat itu. Dan aku
hanya terdiam.
Mungkin saat itu aku tak mengerti. Mungkin juga otakku sedang
tak sepenuhnya sempurna memahami. Namun kini, ada yang berbeda terjadi. Bagai
merasakan apa yang dulu di katakannya. Saat itu, ketika kelingan itu di
dekatku. Berarti dia benar-benar tak menjawab sms itu. Berarti dia tak
mengiyakan kertas itu.
Namun ada takdir lain yang memberikan jawaban atas tanda Tanya
hidupnya. Melengkapi kepingan pazel yang belum sempura. Ada yang lain, yang
membuatnya berseri bahkan hingga hari aku mengetik tulisan ini.
takdir Allah.
siapa yang tahu?
~edisi simfoni
Comments
Post a Comment