Dialog Hati Seorang Perempuan
Rasanya aku kembali pada melodi masa lalu. Kepulanganku
yang mendadak kemarin membawa cerita berbeda. Seperti bergerilia di antara
semak yang tak ku ketakui ujungnya. Rasanya aku pun tak punya nyali untuk
sekedar mengungkap hari ini dan seterusnya.
Ku lihat bentangan sawah yang merambat menutupi sela
bumi. Andaikan keserakahan manusia dapat di kendalikan. Mungkin masih ku
nikmati pemandangan seperti ini di kota besar. Bukan malah tumpukan sampah dan
gema hedonisme.
Ah sudahlah..
Ku pikir apa yang salah dengan diriku. Sebagai perempuan
khas jawa bukankah tugasku sudah jelas. Namun gara-gara emansipasi semua
menjadi semakin runyam. Aku disiuruhnya jadi pintar cerdas dan berkelas.
Namun
dampaknya? Aku jadi pulang malam karena berkerja dan kaki membesar karena
kebanyakan jalan kaki.
Namun aku bersyukur. Karena tanpa emansipasi mungkin aku
tak bisa menulis seperti saat ini dan menikmati embun pagi. Karena sibuk dengan
urusan dapur dan rumah tangga.
Sudahlah.
Cukup rasanya mengenang emasipasi dengan
kata-kata melankolis seperti memajukan wanita dan menyamakan hak di atara dua
gender yang jelas berbeda. Karena faktanya perempuan menjadi komoditas
eksploitasi akan segala hal yang tak sanggup di ungkapkan dengan kata-kata.
Bukan karena baiknya namun karena rona menyakitkan di antara kata tersebut yang
menyakitkan untuk di dengar.
Ibarat pinggir pantai yang menyajikan sajian keagungan
dengan semesta. Seharusnya aku sudah berdiri dalam kekalutan karena ntah mampu
mengiris luka pada hatiku sendiri. Apa bedanya ku pikir. Kita yang sama-sama
berdiri dan mengiba dengan banyak pinta pada Tuhan.
Yah Tuhan manapun lah
sesuka kalian.
Namun masih saja bacok bacokan dalam setiap tikungan ketaqwaan.
Tak bisakah kita berdamai dengan agama kita masing-masing. Tanpa harus
ketakutan karena mayoritas dan minritas. Ngurus agamanya sendiri saja belum
beres kok buat konflik dengan agama lain.
Geje.
Aku tahu siapapun yang bermata sayu saat ini adalah salah
seorang dari yang membuat cerita dengan segala apapun yang ada di hidupnya. Tak
begitu berkesan jika di cerna namun menjadi begitu masuk akal jika kita sadari
keberadaannya.
Comments
Post a Comment