Monday, September 24, 2012

Catatan


Pernahkah aku berbincang tentang perbincanganku dengan ibu beberapa akhir pekan ini. kembali seperti biasanya ketika tawa dan canda kami mengalir dengan sekian banyak cerita di setiap harinya.

Canda dan suguhan memori masa lalu yang penuh dengan kebaikan tak membuatku enggan untuk sekedar mengulangnya dalam setiap perjalanan yang kami lakukan. Kadang ketika menikmati senja di jalan malioboro atau sekedar menunggu malam dengan gelas teh yang di sajikan di teras rumah.

Namun akhir akhir ini semua nampak begitu indah dan tak ingin ku lepaskan. Entah mengapa, mungkin aku banyak menemui orang beberapa waktu ini. mengejar banyak target dan mimpi. Sedangkan aku terkadang lupa.

Melupakan sesuatu yang penting dalam hidup. Seorang ibu yang rela menahan 9 bulan dulu untuk mengandungku. Rela mempertaruhkan nyawanya. Yang dengan senyumannya menyambutku setiap kali pulang. Dan berharap aku lebih lama di rumah.

Mungkin beberapa akhir pekan ini aku tengah menikmati banyak hal. menikmati sesuatu yang mungkin alasan yang mengada ada untuk mereka yang tak mengenalku. Tak terbiasa melakukan ini memang. Atau tak pernah sedekat aku dan ibu.

Hidupku masih tentang ibu saat ini. bukan. dari dahulu aku masih bersamanya. Dan kini tengah ingin bersamanya. Sampai kelak tak lagi ada waktu untuk mengabdi padanya.


Tuesday, September 4, 2012


Sebingkai caraku mengagumi metari..
yang enggan menepi..
yang seakan tanpa ragu..
dan melengkapi..
cahaya..
sebentuk mimpiku..
ini caraku..
mengagumi mentariku..






hingga berbingkai senja ~

Catatan 3 : Mereka yang BERCAHAYA ...


Tak ada yang tahu kenapa aku tersenyum. mereka bukan hanya tak mengerti. Tapi juga tak tahu menahu akan apa yang ada di pikirku. Aku tengah terdiam dan mencoba menyimpan segalanya di dalam memoriku.
Dalam hariku aku melintasi masa. Terus bertahan berjelaga dengan waktu. Seakan mengijinkan apa yang ku lakukan adalah apa yang ku impikan. Atau mengiklaskan pinta yang menjadi doa dan ku serahkan segalanya padanya. Ini bukan karena aku tak mengakui atas usaha yang ku lakukan hanya saja aku menganggap semua ini karenaNya, usaha ini sebentuk cinta.  
Ditengah tengah kalian aku terdiam. Kadang diam ini yang membuatku tak bisa mengucapkan kata. Kadang senyum ini isyarat bahagia. Kadang diamku jadi saksi aku kehilangan kata dan lantunan nada. Hanya ada sebuah senyuman yang ku inginkan hadir. Entah kalian mengerti atau tidak.
Bersama kalian. Aku tak sendiri. Rimbunan pohon dan dedaunan itu jadi saksi. Kalian masih di sini dan mengijinkanku hadir. Mengisi sebuah ruang di antara kalian yang membuatku menjadi sosok yang berbeda.
Yang diamku jadi perempuan yang 3 tahun lebih tua. Namun apakah itu salah. Ketika dengan itu aku berbincang tentang kehidupan dan kematangan jiwa. Ini aku dan aku mengiklaskan diri untuk berpikir tentang semua itu.
Sajak itu mengalir begitu saja. inginku dan ingin kalian sama. Merengkuh ridhoNya. Melaksanakan perintahnya dengan cinta dan harap yang purnama.Tak perlu ada keduaanya jika kau mau. Tak perlu satu yang terdiri dari banyak mimpi jika kau berkenan. Karena cukup Allah yang menjadi sepotong doa dan janjinya akan kebahagiaan kita.
Keluarga kecil yang mencintaiku tanpa syarat. Adik yang enggan kulepaskan pelukannya. Saudara seiman yang mengijinkanku mengisi gundah dan gulanya keajaiban senyuman. Tegar yang terlantun dalam setiap kesempatan. Tabah yang melengkapi setiap keiklasan. Dan kalian tetap yang terbaik. Semoga kelak kita di kumpulkan dengan kumpulan mereka yang bercahaya.

Catatan 2 : Nuansa Tanpa Kata


Syair itu membentuk untaian kalimat indah yang menjelma dalam sebuah keiklasan yang tak terbentuk oleh nada. Satu tersatu angan menjelma dalam angin dan kesejukan. Namun sejenak kemudian aku tau. Seutuhnya ada nada yang ku temui dari langit.
Aku merindukan seseorang yang namanya terbingkai dalam nada. Aku merindukan seseorang yang hatinya terkait dengan sunyi. Aku merindukan seseorang yang matanya tertunduk menatap buku. Aku merindukan seseorang yang rimbun rindang matanya menjadikanku teduh dalam pandang. Aku merindukan seseorang yang tak tergantikan itu mendekatiku dan mengajakku bicara. Aku merindukan seseorang yang walau dalam tundukan mengijinkanku untuk mengertinya. Aku merindukan seseorang yang tak ku ketahui hatinya namun menyampaikannya walau tanpa kata. Aku merindukan seseorang namun tak tau siapa dirinya.
Tanpa memandangku. Tanpa isyarat. Tanpa kata. Hanya sebuah hampa yang terdiri dari kita. Tak ada yang ku mau. Bahkan untuk saat ini. diam begini begitu ku nikmati. Diam ini begitu indah rasanya.keheningan ini anugrah terindah. Dan ku rasa tak ada yang lain. Selagi ini. hanya kau cukup disana dan aku disini. Aku sudah bahagia. 

Catatan 1 : Buku dan Dia


Menatap buku-buku yang ada di depanku kali ini begitu berbeda untukku. Seperti biasanya ingin ku rakut semuanya dan ku bawa pulang. Dari sejarah hingga fiksi, dari melodi hingga sugesti, dari mimpi hingga kritik diri. Dan dalam sekejap aku tahu. Ingin ku bangun satu ruang sendiri yang hanya terdiri dengan aku,waktu dan buku. Hanya ada satu nada tentang membaca dan ilmu. Namun sekejap kemudian terjaga, dan aku tahu inginku dan tekad kuat ini tak di dukung dana yang memadai untuk saat ini.
Pagi yang menyenangkan. Menyusuri tumpukan buku di jejeran toko buku di belakang Pasar Bringharjo. Yang pertama ku inginkan adalah mencari suasana memang. Sekaligus untuk menghadiri pameran tugas akhir salah seorang kawan. Kawan yang tak bosan menanyakan setiap waktunya untuk memastikan bahwa hari ini aku tak kehilangan ingatan.Kehilangan ingatan untuk menghadiri rangkaian imajinasi asal anak seni rupa yang dianggapnya sebagai titik tolak masa depan.
Dan sebelum itu ku sempatkan untuk melihat lihat beberapa buku yang ada di jejeran toko itu. Berharap ada satu buku yang memang ku inginkan. Namun apa daya, belum ada cetakan ulangnya yang dapat ku nikmati dengan raba aksi nyata lewat lembar lembar nyata bukan e-book saja.
Dan teringat pada cerita salah seorang kawan yang menginspirasiku. Kawan yang menjaga sebuah ideologi yang di milikinya walau dia sendiri tak pernah menyadari secara pasti ideologi apa yang di anutnya. Salah seorang kawan yang hingga kini keberadaannya tak ketahui. Namun terkadang kabarnya hadir lewat sms atau  telepon pribadi hingga berakhir dengan..
“kalo nanti lo udah punya cowok, bilangin ke dia kalo dia orang yang paling beruntung”
Geli.. lucu dan menggemaskan. Caranya untuk mengungkapkan keakraban kami. Yang tidak mengenalnya mungkin akan melangkah mundur saat sekali memandang. Namun apa yang membuatku kemudian mengubah sikap ketusnya di kelas dengan obrolan soal buku dan banyak hal. hingga mengubah porsi tidurnya di sudut kelas dengan menjahili guru dengan pertanyaan tak logis di sampaikan oleh seorang anak SMA.
Tingkahnya yang tak mudah di tebak itu yang membuatku sering malu diri. Bukan tersipu macam anak abg sedang kasmaran. Namun lebih jauh dari itu. Aku sedikit malu bahwa dengan pemikiran dan pengetahuan sejauh ini. aku masih belum mengerti apapun tentang Indonesia maupun permasalahannya. Dan dia, dengan kesendiriannya dan sikap berbedanya. Mengajarkan aku tentang kesantunan berpikir dengan cara lain memandang objek masalah dengan pemikiran kongkret dan mudah diterima akal sehat.
Dia yang terkadang mengajakku melesat jauh pada mimpinya. Dia yang kadang berbincang tentang hal paling kecil tentang pengertian tentang agama dan simbol hidup yang melekat padanya, sadar dan faham.
Entah kali ini, ketika melihat tumpukan buku itu. Aku memikirkannya. Seseorang yang jauh namun meninggalkan kenangan tak terluapakan.
Semoga Allah menjaganya dimanapun dia berada. Aamiin.

Kita atau Aku


Rimbunan dedaunan..
Terasing dari panas dan cahaya..
Hanya sesekali angin..
Dan bau hujan hadir di sela antara kita..

Aku sedang ingin diam..
Tak ingin bicara..
Tak ingin berkata..
Hanya ada satu ..
Rasa..

Bukan kau.
Bukan aku..
Bukan apapun yang sudah terjadi..
Bukan.
Tak ada apapun yang terjadi..

Hanya tentang aku yang..
Yang tak mampu..
Membiarkan kau ..
Dan bayangmu..

Menjadi sekat..
Antara aku dan DIA..
Tidak..
Untuk saat ini..
Tidak..



‘melodi senja, seruni..’

Anggap saja, Ini mauku..


Kadang sebuah cerita bukan di mulai dari bagaimana membuka sebuah lembaran baru dan membuat semuanya berubah total. Namun terkadang sebuah cerita di mulai justru karena kita tahu cerita yang telah lampau itu tidak begitu mengesankan ketika di teruskan dan memutuskan untuk berganti alur walaupun dengan tujuan yang sama namun menempuh jalur yang berbeda.

Ramadhan  adalah saat saat mengesankan dimana kita dapat bertindak dan berniat dengan sejuta pahala yang siap melimpah di antara setiap detik atas ridhoNya. Ramadhan pula yang membuat orang orang itu berbondong bondong datang ke masjid dan menempatkan segenap kemauan dan kemampuan untuk meletakan dirinya agar genap untuk mendekat dan semakin dekat denganNya.

Dan kali ini, selepas 2 ramadhan jauh dari keluarga. Tak ada sekalipun alasan lebih besar dari pinta ibu dari jauh hari bahwa ingin kedua putra dan putrinya di rumah. Dan untuk kali ini tak ada kesempatan kedua untukku. Karena ingin ku bukan lagi milikku seutuhnya.  

Jika aku egois akan pilihan untuk tinggal di rumah adalah bentuk keegoisan. Maka begitulah seorang arma menentukan pilihannya. Karena keegoisan ini seorang anak ingin meletakkan dirinya untuk kesekian kali di depan ayah dan ibunya dan berkata bahwa dia ada. Anak perempuan yang masih butuh kebersamaan untuk kesekian kalinya.

Jika aku tak memikirkan masalah yang lebih penting karena memilih untuk melakukan apa yang dapat ku lakukan kini berada di rumah. Maka begitulah cara seorang anak perempuan menepati janji dengan ibunya.

Jika menolak rentetan agenda yang berjibun di tanah perantauan adalah cara seorang arma tak nemepati amanahnya. Maka silahkan berpendapat, karena ini cara arma ingin membuat sedikit senyuman dalam bingkai sahur dan buka bersama di rumah bersama keluarga.

Dan jika ini caraku memilih adalah sebuah kesalahan di mata orang lain. Maka biarlah itu jadi sebuah kesalahan. Karena untukku menjadi anak dan kakak yang baik di rumah adalah sebuah tanggung jawab yang tak ternilai dari segala macam acara dan ucapan terima kasih bahkan apapun yang akan di berikan dunia di luar rumah.

‘suatu senja di teras rumah’

satu nama, yang terucap dalam setiap doa :')


Hari ini ketika siluet mimpi menghadirkan satu nama dalam doa. Itu adalah nama ibu. Ketika cahayaku yang mulai tak bersinar. Hanya ibu yang memberiku sinar surya bagai energi yang memberiku satu harap yang ku ketahui asalnya. Dan aku ingin itu dalam setiap waktuku

Hari ini ketika aku membuka mata dan tersadar. Setahun telah kembali berlalu. Aku tahu keluarga bukan hanya sekedar nama. Namun simbol hidup tak tergantikan. Yang membiusku ketika berjuta masalah datang. Yang menghadirkan senyum ketika air mata menghadang. Yang menyajikan tawa ketika tiba saatnya aku sulit mengeja bahagia. Yang memberikan satu mimpi dan ketahanan ketika aku harus menepi dan menyajikan satu awal dan akhir yang baru. Yang memberikan satu pelukan ketika aku butuh sandaran. Dan satu canda ketika aku lupa bagaimana caranya mengiklaskan segalanya.

Hari ini ketika tersadar bahwa 2 hari lagi umurku tak lagi belasan. Aku tahu. Meraka yang ada di sekitarku telah mengajari banyak hal. mengerti sebuah alasan tentang hidup. Melengkapi pemahaman dalam menjaga. Dan melaksanakan tindakan dalam sketsa kebutuhan bukan sebuah perintah atau paksaan.

Hari ini ketika sebuah angan menjadi sebuah anggapan nyata. Hari ini ketika mimpiku jadi sebuah rencana pasti.
Hari ini ketika aku bukan lagi yang dahulu.
Hari ini ketika aku tak mau lagi memilikirkan hatiku.
Hari ini ketika senyumku jadi alasan untukku berkata dan mencerna sesuatu.
Aku hanya ingin seorang Arma tau..
Tak akan ada suatu yang indah yang berhasil terjadi..
Dengan sebuah kebetulan..
Dengan sebuah persepsi pasrah..
Namun semuanya adalah pilihan..
Dan mutlak..
Hanya milik Allah..
Bukan hambaNya..

‘aku dan sketsa hidupku’
#edisi perenungan diri.

Maafkan aku yang tengah mencintaimu..


Rembulan nampak temaram di balik awan. Nampaknya terangnya tengah merindu malam dan kelam dalam harinya. Namun sekejap kemudian asing dengan gelap. Dan terkurung dengan satu asa yang tak terenggut keadaan dan kemelut dalam dada.

Rembulan menemaniku. Melintasi malam mengerjang kebimbangan. Langkah kaki yang mengentarkan ku pada persinggahan jalan yang ku ketahui ini rumit dan berliku. Namun ku tempuh dengan kepastian dalam syukur dan siluet mimpi bersama angin yang ku tahu makin membawaku dalam indah dan diam yang tak bertepi.

Hari ini anggap saja aku tak ada. Melihatmu dengan caraku. Memikirkanmu dengan caraku. Menatapmu dengan caraku. Mendengarkanku dengan caraku. Mengertimu dengan caraku. Memahamimu dengan caraku. Dan tak sekalipun aku terlepas darimu.

Malam jangan pernah bawa dia pergi. Malam ini saja. hanya malam ini. esok ketika wajar tak lagi ku miliki aku tak akan lagi berada di sini. Aku akan pergi dan pergi.

Malam jangan pernah biarkan dia pergi. Aku hanya ingin malam ini. ketika petang menyambut gelap dalam gulita kepercayaan. Ketika hampa membawa cerah dan sinar dalam malam.

Hanya malam ini..
Aku ingin mencintainya..
Dan ketika mentari bersinar..
Aku mengiklaskannya..
Kembali pergi..
Dan memberi sinar pada dunia..

‘cahayaku..’
#edisi perenungan diri.